Tuesday 7 April 2015

Hapus "Batak" dari Dunia Penulisan Batak Mandailing


Sebutan "Batak" dipopulerkan oleh '''Gubernur Jenderal Sir Thomas Stanford Raffless''' pada Tahun 1823 M, dalam rangka membuat suku Kristen, yang berada di antara Kesultanan Islam Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, yaitu di pedalaman Barus, yang kala itu masuk dalam Kesultanan Barus bawahan Kesultanan Aceh. Dalam bahasa Belanda policy (kebijakan) itu berbunyi, "Een wig te drijen tusschen het mohamedaansche Atjeh en het eveneens mohammadansche Sumatra's West Kust. Een wig in de vorm van de Bataklanden (Aceh yang Islam serta Minangkabau (Pantai Barat Sumatra) yang Islam dipisah dengan blok Batak (Barus Tanah Kristen)." Perintah ini meniru perintah Gubernur Jenderal Inggris di Calcutta, yaitu "Burma yang Buddha serta Siam yang Buddha dipisah dengan blok Karen yang kristen." Pelaksanaannya, 3 pendeta British Baptist Mission, yaitu Pendeta Burton, Pendeta Ward, Pendeta Evans ke Kota Tapian Na Uli, tempat Raffless beribukota saat itu. Pada tahun 1834 M, melalui Londonsche Tractaat, Sumatera bagian utara ditukar dengan Belanda dengan Kalimantan Utara (Sarawak dan Sabah), perintah Raffless diteruskan pemerintah Hindia Belanda.

Upaya membentuk suku dan wilayah khusus Kristen di Sumatera baru dimulai tahun 1873 M, dengan berhasilnya Belanda menakhlukkan wilayah Aceh, yaitu Silindung, dan menghancurkan masjid di Tarutung, setelah Pendeta Nommensen pada tahun 1863 M dari Sipirok pindah ke Silindung ditemani 2 perwira Paderi yang telah dibaptist Pendeta Verhouven pada tahun 1834 M, yaitu Ja Mandatar Lubis dan Kali (Qadli) Rancak Lubis di Pakantan. Daerah Silindung kemudian dimasukkan dalam Karesidenan Air Bangis, di bawah Gouvernemen Sumatra's West Kust. Selanjutnya, pada tahun 1881 M, daerah Toba berhasil ditakhlukkan Belanda, dan dilanjutkan dengan pengkristenan. Hal ini membuat wali negeri Bakkara (Bangkara), yang berada di bawah Kesultanan Aceh, yaitu Si Singam Manga Raja (Sri Singa Maha Raja) XII yang merupakan keturunan Sultan Aceh melalui Kesultanan Barus, melakukan perlawanan sengit dari tahun 1882 - 1884 M, yang dibantu Tentara Aceh. Selain itu juga, penamaan suku Kristen di  Kalimantan, yaitu Dayak oleh Belanda, dan Malayik oleh Inggris.  Semenjak itu orang Mandailing, baik yang tinggal di afdeeling Padangsidempuan, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Asahan, Sumatera Barat dan Riau menolak disebut sebagai orang Batak. 

Klasifikasi sensus yang mengkategorikan Mandailing sebagai Batak di Hindia Timur Belanda dibuat atas 'dasar menyendal/mencopet', untuk memisahkan Aceh dan Minangkabau yang Islam dari 'Tanah Batak', wilayah pemisah ciptaan pemerintah kolonial. Sementara di British Malaya, orang Mandailing dikategorikan sebagai Melayu semata-mata untuk 'kesenangan pentadbiran/administratif' yang pragmatis. 
Pada akhirnya kita harus mengakui bahwasanya batak bukan sebagai penyatu, melainkan menjadi pemecah belah sesama kita. untuk itulah artikel ini diberi judul "Hapus Batak dari Dunia Penulisan". Sehingga jelas suku bangsa asli di Sumatera Utara itu adalah Melayu, Karo, Mandailing, Nias, Toba, Pak-pak dan Simalungun. Dan kita tetap bersatu dalam kesatuan negara republik indonesia dan juga dalam kekayan binneka tuggal ika.

No comments:

Post a Comment