Adapun masa dahulu kala ada
seorang pelaut dari BUGIS yang di gelar Si Angi Bugis, beliau tiba di
Palembang dan menikah dengan gadis Palembang dan lahirlah DAENG MALEWA.
Adapun Daeng Malewa melaut dan sampailah ke sebuah muara Sungai (muara
Batanggadis). Dan belaupun tinggallah di Muara Sunagai Batnggadis
taersebut. Suatu hari..Daeng Malewa pun berjalan ke hulu menyusuri
Sungai Batnggadis dan sampailah ke Siondop. Sa'at tiu telah ada raja
turunan Magek Jabang yaitu : Tuan Rangga Laut di tempat tersebut.
Kemudian Daeng Malewa meneruskan perjalanannya dan sampailah ia ke
daerah Patihaman dekat Losungbatu (Angkola Julu). Beliau menjadi Dukun
Sakti yang sangat dihormati. Pada suatu masa...Raja di Pijorkoling
(Marga Harahap) sakit keras dan telah banyak Tabib dan Dukun yang
mengobati, belum juga sembuh. Suatu sa'at terdengarlah berita oleh
raja...bahwa ada seorang Dukun sakti di Si Ondop. kemudian Raja Pijor
Koling pun menyuruh jemput Dukun tersebut yaitu Daeng Malewa. Setelah
di obatai Oleh Daeng Malewa, raja tersebutpun sembuh. Lalu Daeng Malewa
pun diberikan anak gadis oleh Raja Pijor Koling tersebut dan di
berikan juga Sebidang tanah (Istilah adatnya : Ulos Ni Boru). Dari
Perkawinan ini lahirlah 3 orang anak, yaitu ; 1. SI PANABARI (marga
Pulungan di Sipanabari/Angkola Jae), 2. SI LAGI (Marga Pulungan di
Simalagi/Mandailing), 3. SI BARGOT (Marga Pulungan di Huta Bargot).
Selanjutnya...ternyata Putri Raja Pijor koling tersebut tidaklah
panjang usianya. Kemudian Daeng Malewa pindah ke Parmiakan dekan
Sigalangan. Di sini beliau diangkat Oleh Raja Isori Dalimunthe sebagai
kepercayaan untuk membuat alat-alat perang (Keris, Pedang, Tobak) untuk
pasukan kerajaan, sehingga beliau (Daeng Malewa) digelar : Namora
Pandebosi. Kemdian beliaupun menikahi putri dari raja sigalangan (putri
dari Raja Isori dalimunthe). dari perkawinan ini...lahirlah 2 orang
anak : 1. SUTAN BUGIS (Marga Lubis di Sigalangan/Angkola Jae), 2. SUTAN
BAROYUN (Marga HUTA SUHUT di Sipirok). Suatu hari Daeng Malewa/Namora
Pandebosi pergi menyumpit burung ke Pohon Beringin (Ayuara) Na Bobar.
Telah banyak yang mati disumpitnya dan jatuh. Lalu iapun turun untuk
mengambil burung yang di sumpitnya. tapi tak seekorpun burung yang jatuh
di sumpitnya tersebut terliat di bawah pohon tersebut. lalu ia pun
menyumpit lagi dan sambil mengintai-intai ...terlihatlah oleh Daeng
Malewa/Namora Pandebosi seorang gadis memunguti brung yang jatuh
disumpitnya tersebut. Lau ia pu menangkap gadis tersebut dan membawa
gadis tersebut ke hadapan orangtuanya. Lalu gadis tersebut di huku
bersalah oleh ayahnya dan di kawinkan dengan Daeng Malewa/Namora
Pandebosi. (Banyak orang yang beranggapan gadis tersebut sebagai orang
bunian, ada yang mengatakan gadis itu gadis Lubu, tapi ada yanga
mengatakan gadis itu bernama : Si Dayang Surto Alus Bonang Na Bontar,
putri dari : Datuk Bandaro Lobi/Hasibuan dari Hutanopan-Sibuhuan) karena
Pohoj Beringin tersebut terletak dekat Hutanopan-Sibuhuan. Dari
perkawinan Daeng Malewa/Namora Pandebosi dengan gadis tersebut lahirlah 2
orang anak/Kembar yaitu : 1. SILANGKITANG LAUT, 2. SIBAITANG. Mereka
di buatkan rumah oleh Daeng Malewa/Namora Pandebosi di daerah
Mandailing. Setelah berumur sekitar 16 tahun mereka disuruh ibunya
untuk mencari ayahnya. tetapi setelah bertemu dengan ayahnya, ibu tiri
mereka (Putri dari Raja Isori Dalimunthe) mencaci -maki mereka "Anak
bin Cacak, Anak bin Cacau, Anak Sanghiang Rimbo, Anak Dapek Di Tapi
Bandar". Keduanyapn pulang dengan sedih hati. Daeng Malewa/Namora
Pandebosi menitipkan kepada dua orang anak tersebut : 1. Tanduk Kerabau
Muring, 2. Sumpitan. Ketika Daeng Malewa/Namora Pandebosi meninggal,
kedua anak (SIALNGKITANG LAUT dan SIBAITANG) tersebutpun datang. Tetapi
istri Daeng Malewa/Namora Pandebosi putri Dalimunthe tersebut tidak
membolehkan mereka melihat jenazah ayahnya. Lalu kerbau yang mereka
bawa, mereka ikat di sebatang Pohon Petai dan pucuknya di hentakkan ke
tanah. Dan sampai sekarang pohon itu semuanya menghadap ke bawah. Dan
masyarakat di sana sekarang menamainya :RAMPA MANUNGGALING". Lalu
merekapun pergi mencari Muara Sungai yang bertentangan, sesuai pesan
ayah mereka dulu. Singkat cerita : Sampai lah mereka ke Muara Patontang
(Singengu, Kecamatan Kotanopan-Mandailing), lalu tinggallah di sana
SILANGKITANG LAUT. Kemudian SIBAITANG melanjutkan perjalanannya dan
samapilah ia ke Muara Partomuan (Muara Soro-Kotanopan) lalu iapun
tinggallah di sana. CATATAN : A. Mengenai turunan Sutan Baroyun: ia
berputra 3 orang yaitu : 1. Sutan Naga Oloan, 2. Sutan Tua, 3.
Mangaraja Gunung Pandapotan. Adapun Mangaraja Gunung Pandapotan pindah
dari Parmiakan/Sigalangan ke Lobu Layan-Sidimpuan. Anak dari Mangaraja
Gunung Pandapotan ada 3 orang yaitu : 1. Sutan Bangun Barani, 2.
Tunggal Sabortis, 3. Patuan Soripada Di Aceh. Pada masa itu daerah
Padangsidempuan di bawah kekuasaan Ompu Sarudak Harahap (Huta
Imbaru-Padang Sidempuan). Namun Patuan Soripada Di Aceh sepertinya
ingin menguasai daerha tersebut, sehingga di sebut sebagai "SIDEGE-DEGE
JOMBURAN". Ompu Sarudak Harahap memanggil anakborunya yaitu Ompu
Hatunggal Siregar dari Sipirok untuk menangkap Patuan Soripada Di Aceh.
Dan Patuan Soripada Di Aceh pun ditangkap dan di bawa ke sipirok dan
diberi tempat pemukimannya dan di topy-kahanggikan dengan marga
Harahap-Sibatangkayu dan inilah nenek-moyang Marga HUTASUHUT. B.
Mengenai turunan dari SIBARGOT (Marga Pulungan dari Huta bargot) yaitu :
Anak dari Si Bargot ada seorang yaitu : JA PATEMBAL. Dan anak dari Ja
Patembal seorang yaitu : NAMORA HUTABARGOT. dan Anak dari Namora Huta
Bargot ada seorang yaitu : SUTAN PULUNGAN (Inilah raja Huta Bargot yang
menemukan Sibaroar di Bawah Pohon Beringin (Hayuara Panunggu) di Muara
Batang Angkola (Pertemuan Sungai Batang Angkola
Karya ; RAJA MULIA PATUAN DI RAO, tahun 1925.
Karya ; RAJA MULIA PATUAN DI RAO, tahun 1925.
No comments:
Post a Comment