Sebutan "Batak" dipopulerkan oleh '''Gubernur Jenderal Sir Thomas Stanford Raffless''' pada Tahun 1823 M, dalam rangka membuat
suku Kristen, yang berada di antara Kesultanan Islam Aceh dan Kerajaan
Islam Minangkabau, yaitu di pedalaman Barus, yang kala itu masuk dalam
Kesultanan Barus bawahan Kesultanan Aceh. Dalam bahasa Belanda policy
(kebijakan) itu berbunyi, "Een wig te drijen tusschen het mohamedaansche
Atjeh en het eveneens mohammadansche Sumatra's West Kust. Een wig in de
vorm van de Bataklanden (Aceh yang Islam serta Minangkabau (Pantai
Barat Sumatra) yang Islam dipisah dengan blok Batak (Barus Tanah
Kristen)." Perintah ini meniru perintah Gubernur Jenderal Inggris di
Calcutta, yaitu "Burma yang Buddha serta Siam yang Buddha dipisah dengan
blok Karen yang kristen." Pelaksanaannya, 3 pendeta British Baptist
Mission, yaitu Pendeta Burton, Pendeta Ward, Pendeta Evans ke Kota
Tapian Na Uli, tempat Raffless beribukota saat itu. Pada tahun 1834 M,
melalui Londonsche Tractaat, Sumatera bagian utara ditukar dengan
Belanda dengan Kalimantan Utara (Sarawak dan Sabah), perintah Raffless
diteruskan pemerintah Hindia Belanda.
Upaya
membentuk suku dan wilayah khusus Kristen di Sumatera baru dimulai tahun
1873 M, dengan berhasilnya Belanda menakhlukkan wilayah Aceh, yaitu
Silindung, dan menghancurkan masjid di Tarutung, setelah Pendeta
Nommensen pada tahun 1863 M dari Sipirok pindah ke Silindung ditemani 2
perwira Paderi yang telah dibaptist Pendeta Verhouven pada tahun 1834 M,
yaitu Ja Mandatar Lubis dan Kali (Qadli) Rancak Lubis di Pakantan.
Daerah Silindung kemudian dimasukkan dalam Karesidenan Air Bangis, di
bawah Gouvernemen Sumatra's West Kust. Selanjutnya, pada tahun 1881 M,
daerah Toba berhasil ditakhlukkan Belanda, dan dilanjutkan dengan
pengkristenan. Hal ini membuat wali negeri Bakkara (Bangkara), yang
berada di bawah Kesultanan Aceh, yaitu Si Singam Manga Raja (Sri Singa
Maha Raja) XII yang merupakan keturunan Sultan Aceh melalui Kesultanan
Barus, melakukan perlawanan sengit dari tahun 1882 - 1884 M, yang
dibantu Tentara Aceh. Selain itu juga, penamaan suku Kristen di
Kalimantan, yaitu Dayak oleh Belanda, dan Malayik oleh Inggris.
Semenjak itu orang Mandailing, baik yang tinggal di afdeeling
Padangsidempuan, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Asahan, Sumatera Barat
dan Riau menolak disebut sebagai orang Batak.
Klasifikasi
sensus yang mengkategorikan Mandailing sebagai Batak di Hindia Timur
Belanda dibuat atas 'dasar menyendal/mencopet', untuk memisahkan Aceh
dan Minangkabau yang Islam dari 'Tanah Batak', wilayah pemisah ciptaan
pemerintah kolonial. Sementara di British Malaya, orang Mandailing
dikategorikan sebagai Melayu semata-mata untuk 'kesenangan
pentadbiran/administratif' yang pragmatis.
Pada akhirnya kita harus mengakui bahwasanya batak bukan sebagai penyatu, melainkan menjadi pemecah belah sesama kita. untuk itulah artikel ini diberi judul "Hapus Batak dari Dunia Penulisan". Sehingga jelas suku bangsa asli di Sumatera Utara itu adalah Melayu, Karo, Mandailing, Nias, Toba, Pak-pak dan Simalungun. Dan kita tetap bersatu dalam kesatuan negara republik indonesia dan juga dalam kekayan binneka tuggal ika.
Pada akhirnya kita harus mengakui bahwasanya batak bukan sebagai penyatu, melainkan menjadi pemecah belah sesama kita. untuk itulah artikel ini diberi judul "Hapus Batak dari Dunia Penulisan". Sehingga jelas suku bangsa asli di Sumatera Utara itu adalah Melayu, Karo, Mandailing, Nias, Toba, Pak-pak dan Simalungun. Dan kita tetap bersatu dalam kesatuan negara republik indonesia dan juga dalam kekayan binneka tuggal ika.
No comments:
Post a Comment