ASAL
USUL MARGA LUBIS Selama berabad-abad lamanya dan sampai sekarang
masyarakat Mandailing mempercayai bahawa Namora Pande Bosi adalah nenek
moyang orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis. Menurut
legendanya, Namora Pande Bosi berasal dari Bugis di Sulawesi Selatan.
adalah seorang bangsawan Bugis bernama Daeng Malela, bergelar Angin
Bugis,Dalam pengembaraannya dia sampai ke satu tempat yang bernama
Sigalangan Mandailing Natal. yang mengembara dengan membawa seekor Ayam
jago. Daeng Malela disambut oleh seorang raja bermarga Dalimunte, dan
mendapatkan kehormatan untuk tinggal di kerajaan tersebut. Oleh karena
di saat itu masih sering terjadi perang antar kerajaan atau perang
antar marga, maka Daeng Malela menawarkan jasa untuk membalas budi baik
sang raja. Entah dari mana asal keahliannya, Daeng Malela menawarkan
untuk membuatkan senjata yang handal untuk pasukan kerajaan, karena
saat itu tidak ada pandai besi yang cakap dan senjata yang beredar di
kerajaan pun kurang. Daeng Malela minta disediakan sebatang besi dan
sejumlah takar atau batok kelapa sebagai bahan bakar tungku. Setelah
besi dibakar hingga membara, maka Daeng Malela menempah besi tersebut
menjadi sebilah pisau hanya dengan kedua belah tangannya. Konon pisau
tersebut hingga sekarang masih ada, dengan cap jari-jemari Daeng Malela
tertera di bilah pisau tersebut. Maka Kerajaan Dalimunte pun beroleh
kemenangan dengan senjata-senjata tempahan Daeng Malela. Oleh jasanya
tersebut, Daeng Malela pun beroleh kehormatan, diangkat menjadi pandai
besi kerajaan dengan gelar Namora Pande Bosi, artinya Pandai Besi Yang
Terhormat, bahkan dinikahkan pula dengan putri raja yang bernma Putri
Dalimunte naparila,artinya Putri dalimunte yang pemalu.dari istri ini
lahir lah sepasang anak kembar yang bernama Sultan Bugis dan Sultan
Borayun. Suatu ketika, Putri dalimunte meminta Namora Pande Bosi untuk
membawa burung yang di tembak di atas air.Namora Pande Bosi pun pergi
menyumpit burung di tengah hutan dan seekor burung yang sedang berdiri
di atas air berhasil di tembak nya.Kemudian,Burung itu di ambil oleh
gadis cantik dari orang Bunian/makhluk halus yang bertubuh
kasar/berwujud manusia. Namora Pande Bosi begitu terpesona melihat gadis
itu,Gadis cantik itu meminta agar Namora Pande Bosi menikahinya.
Namora Pande Bosi pun menurutinya. Pernikahan tersebut disembunyikannya
agar tidak diketahui sang raja. Kerajaan Hatongga menjadi
heboh, raja memerintahkan semua orang untuk mencari Namora Pande Bosi.
Terakhir gong sakti dipukul (dibunyikan) Namora Pande Besi sadar, dan
dia kembali pulang menemui istrinya dengan membawa keris tidak bersarung
lagi. Di negeri bunian, Istri kedua Namora Pande Bosi
melahirkan anak kembar diberi diberi nama Si Langkitang dan Si Baitang.
Setelah besar, kedua anak ini pergi mencari ayahnya sesuai dengan
petunjuk ibunya, dan ternyata impian mereka terkabul. Keluarga Namora
Pande Bosi menerima kedua anak itu sebagai anggota keluarga, sama
seperti anaknya kandung. Suatu ketika terjadi perkelahian
antara Sultan Bugis dengan Si Langkitang, gara-gara berebut putri
paman, yang akhirnya dimenangkan oleh Si Langkitang. Karena mereka
saling berkelahi, maka sang ibu membela anak kandungnya, sang ibu
menyuruh si Langkitang dan si Baitang pergi. Kedua anak itu pergi, dan
mereka sampai di Singengu. Singengu adalah daerah
pegunungan yang tinggi dari apabila menatap dari puncaknya, masih tampak
Lobu Hatongga. Di sana dengan suara yang keras si Langkitang bersumpah
agar keluarga Namora Pande Bosi di Lobu Hatongga akan punah. Namora
Pande Bosi menyuruh anaknya Si Langkitang dan Si Baitang meninggalkan
Hatongga. Sebelum berpisah, Namora Pande Bosi menyerahkan seekor ayam
kepada kedua putranya tersebut, dengan pesan agar dalam perjalanan
mereka, hendaknya ayam tersebut dilepaskan dan di mana ayam tersebut
berhenti, agar didirikan perkampungan. Namora pande bosi
menyuruh Baitang dan Langkitang (keluarga beserta rombongannya) untuk
membuka huta baru ke suatu tempat, di mana terdapat pertemuan
(partomuan) dua sungai yang mengalir dari dua arah yang tepat
bertentangan (dalam bahasa Mandailing dinamakan Muara Patontang) di
situlah mereka membuka tempat pemukiman baru yang baik.
Setelah lama mengembara akhirnya Baitang dan Langkitang ((keluarga
beserta rombongannya) menemukan Muara Patontang Dan Muara Partomuan,
lantas mereka membuka pemukiman baru di tempat itu di dua sungai yang
bertentangan muaranya, pada Aek Batang Gadis yaitu: Aek Singengu dan Aek
Singangir yang mereka namai Huta Nopan untuk mengenang tempat asal
ibunda mereka. (Baitang & Langkitang). Baitang
melanjutkan perjalanannya sampai ke Hulu sesuai dengan amanat Namora
Pande Bosi Partemuan dua sungai yaitu: antara Aek Batang Gadis dengan
Aek Batang Pungkut kemudian mendirikan pemukiman baru dinamai Muara
Partomuan (Lubis Partomuan), dimana Baitang mendirikan Pemukiman pertama
yang sekarang bernama Muara Pungkut. Baitang memiliki ketangguhan atau
ketangkasan yang luar biasa, karena itu digelari orang “ Lubis
Singasoro atau Singa Menerkam, (karena ada peristiwa dimana sekelompok
orang-orang yang sedang mendulang emas mengeroyok Baitang untuk
mencelakainya, namun Baitang dapat menaklukan semuanya dan menjadikan
hambanya). Tidak lama setelah ditinggalkan anaknya Baitang
dan Langkitang, Namora Pande Bosi meninggal dunia dan dimakamkan di
Hatongga. Semua keturunan Baitang dan Langkitang yang menyebar di
seluruh tanah Mandailing Julu terutama dan di tempat-tempat lain
dikenali sebagai orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis.
Mandailing Julu mempunyai enam (6) Raja Panusunan, yang terdiri dari : ·
Lubis Si Baitang menurunkan Lubis yang menjadi Raja Panusunan
di kawasan: · Tamiang. · Manambin. · Pakantan. · Lubis Si
Langkitang menurunkan Lubis yang menjadi Raja Panusunan di kawasan: ·
Singengu. · Sayur Maincat. · Tambangan. Kawasan Mandailing
Julu (Hulu) berarti Kawasan Mandailing yang berada di bahagian hulu
sungai Batang Gadis yang melintasi wilayah Mandailing hulu sampai ke
hilir. Terdapat beberapa daerah yang berkaitan dengan sejarah marga
Lubis, antara lain Kota nopan yang namanya berasal dari kata huta
panopaan (kampung tempat penempaan/menempah besi), Muara Patontang yang
namanya berasal dari muara sungai yang saling bertentangan (patontang:
saling menentang), yaitu salah satu tempat ayam mereka berhenti, dan
Muara Soro, tempat akhirnya sang ayam dimangsa singa, hingga Lubis yang
berasal dari Muara Soro sering dijuluki Lubis Singa Soro. Begitupun,
tempat yang dianggap sebagai cikal-bakal marga Lubis adalah Singengu,
barangkali karena di Singengulah terdapat bagas godang (rumah adat)
marga Lubis sekaligus tempat menyimpan tarombo (silsilah) marga Lubis.
Adapun kata lubis sendiri konon berasal dari kata bugis. Entah mengapa
bisa sedemikian jauhnya berubah, barangkali saja orang Mandailing jaman
dahulu terlampau acap mengunyah sirih hingga lidahnya bebal. Dari
Bugis jadi LUBIS
No comments:
Post a Comment