Thursday, 30 April 2015
Friday, 24 April 2015
suara hatiku
hidup memang terkadang menjadi sangat sulit. untuk menggapai hidup yang lebih baik, banyak pengorbanan dan pekerjaan yang saya lalui.
seperti sekarang ini, aku harus bekerja siang dang dan malam supaya saya bisa memberi sedikit tambahan penghasilan untuk orang tua ku... aku sekarang seorang pemuda yang berkelana untuk menggapai hidup yang lebih bai....
seperti sekarang ini saya bekerja.. tapi gaji yang saya harapkan tak kunjung dikasih.. padahal uang tersebut akan saya kasih untuk biaya sekolah adek saya yang saat ini sedang studi lapangandi bengkel...
dan lebihnya akan saya sisihkan untuk biaya sekolah adek saya yang akan tamat sd saat ini....
Sunday, 19 April 2015
Nama Asli 9 Sunan yang Tergabung dalam Wali Songo
Wali songo adalah sebutan bagi 9 sunan yang telah berjasa
menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Atas berkat kerja keras mereka
pulalah, saat ini agama Islam berkembang menjadi negara mayoritas bagi
penduduk Indonesia. Kendati sumbangsihnya yang sangat besar tersebut
sudah membuat kita berada di jalan yang terang benderang, sebagian dari
kita masih banyak yang belum tahu siapa-siapa saja nama sunan yang tergabung dalam wali songo tersebut. Menyadari hal itu, penulis blog kisah asal usul ini akan membahas nama-nama wali songo tersebut beserta asal daerahnya.
Nama-nama Sunan Wali Songo
Berikut ini adalah daftar nama-nama sunan walisongo beserta asal daerahnya:
- Maulana Malik Ibrahim, sunan walisongo yang paling lebih dahulu ada. Beliau dikabarkan berasal dari Persia dan kemudian menetap dan berkedudukan di Gresik, jawa Timur.
- Sunan Ampel (Ngampel), sunan walisongo yang memiliki nama asli Raden Rahmat dan berkedudukan di Ngampel, dekat Surabaya.
- Sunan Bonang, sunan walisongo yang semula bernama Makdum Ibrahim ini adalah anak kandung dari Sunan Ampel. Ia berkedudukan di Bonang, dekat Tuban.
- Sunan Drajat, sunan walisongo yang awalnya bernama Masih Munat ini adalah adik dari Sunan Bonang. Ia berkedudukan di Drajat, dekat Sedayu, Surabaya.
- Sunan Giri, sunan yang semula bernama Raden Paku ini adalah asli murid dari Sunan Ampel. Ia berkedudukan di bukit Giri, dekat Gresik.
- Sunan Muria, sunan yang berkedudukan di sungai Muria, Kudus.
- Sunan Kudus, sunan yang semula bernama Udung ini berkedudukan di Kudus.
- Sunan Kalijaga, sunan yang bernama asli Joko Said ini berkedudukan di Kadilangu, Demak.
- Sunan Gunung Jati, sunan yang semula bernama Fatahilah / Fatahelen yang berasal dari Kerajaan Samudra Pasai ini berhasil merebut Sunda Kelapa, Banten, dan akhirnya menetap di Gunung Jati, dekat Cirebon.
Itulah nama asli dari 9 sunan yang tergabung dalam Walisongo. Perlu diketahui pula bahwa, selain wali songo, Islam juga menyebar di Indonesia berkat adanya peran beberapa ulama lain seperti Syekh Siti Jenar, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Tembayat. Untuk mengetahui sepak terjang dari ketiga ulama tersebut, anda dapat mengunjungi artikel di Wikipedia
Asal Usul Kehidupan Menurut Teori Biologi
Asal usul kehidupan
hingga kini masih menjadi misteri. Banyak teori dan kepercayaan
berkembang di masyarakat mengenai bagaimana kehidupan di bumi ini
terbentuk. Para agamais percaya dengan teori penciptaan sedangkan
sebagian saintis berusaha membuktikan kepercayaan tersebut ke dalam
sesuatu yang nyata melalui penelitian-penelitian ilmiah. Namun terlepas
dari itu semua, perkembangan teori bagaimana asal muasal terjadinya
kehidupan ini menarik untuk kita ketahui. Berikut ini 2 teori asal usul kehidupan yang sempat menyeruak di kalangan masyarakat dahulu.
Francesco Redi (1626-1697) yang merupakan ahli Biologi dari Italia, membuktikan ketidakbenaran teori yang menyatakan kehidupan berasal dari benda mati. Pembuktian ini dilakukan dengan meletakan 3 kerat daging ke dalam 3 buah toples kaca dengan perlakuan berbeda. Toples kaca pertama diisi sekerat daging, lalu ditutup menggunakan penutup yang sangat rapat, toples ke dua ditutup menggunakan kain kasa, sedangkan toples ke dibiarkan tetap terbuka.
Setelah beberapa hari, perbedaan dari ke tiga toples tersebut sangat tampak. Dalam toples pertama tidak terdapat lalat atau belatung, toples ke dua terdapat belatung pada jaring kain kasa, tapi tidak ada belatung atau lalat pada daging, sedangkan dalam toples ke tiga, lalat dan belatung mengerubuti daging yang membusuk. Dari percobaan ini, Redi menarik kesimpulan bahwa
belatung dan lalat tidak mungkin sekonyong-konyong terbentuk dari daging yang membusuk saja, tetapi berasal dari telur lalat yang tertinggal pada daging dan kain kasa saat lalat hinggap. Dengan percobaan itu pula Redi menyatakan bahwa telur merupakan asal usul kehidupan (comne vivum ex ovo).
Dari hasil percobaan-percobaan yang dilakukan oleh Redi, Spallanzani, dan Pasteur itulah teori asal usul kehidupan berasal dari kehidupan (biogenesis) mulai berkembang, seiring dengan itu pula teori abiogenesis pun mulai ditinggalkan. Lebih lanjut, perkembangan tentang teori asal usul kehidupan juga diteliti melalui cabang ilmu alam lainnya seperti kimia
Sebelum masa pencerahan abad 17 (aufklarung), sebagian orang
percaya bahwa kehidupan berawal dari benda mati. Anggapan ini sangat
ekstrim dan terlalu dini bagi masa di kala teknologi masih belum banyak
berkembang. Anggapan ini menyebutkan hal-hal yang substantif meski tanpa
dasar dan tidak dapat dijelaskan dengan akal sehat, misalnya kecebong
(buruy) yang berasal dari lumpur, bangkai yang merupakan asal kehidupan
belatung, atau gandum yang dapat langsung berubah menjadi tikus.
Anggapan yang didukung pula oleh Aristoteles ini kemudian terbukti tidak
benar setelah berbagai penelitian ilmiah dilakukan untuk mengetahui asal usul kehidupan.
Asal Usul Kehidupan Menurut Teori Biogenesis
Pasca aufklarung, pembuktian teori abiogenesis banyak dilakukan. Para ahli berlomba-lomba membuktikan kebenaran teori abiogenesis meski selalu menemui jalan buntu. Pembuktian itu dilakukan oleh sedikitnya 3 ahli biologi masa itu yang diantaranya Francesco Redi, Lazzaro Spallanzani, dan Louis Pasteur.Francesco Redi (1626-1697) yang merupakan ahli Biologi dari Italia, membuktikan ketidakbenaran teori yang menyatakan kehidupan berasal dari benda mati. Pembuktian ini dilakukan dengan meletakan 3 kerat daging ke dalam 3 buah toples kaca dengan perlakuan berbeda. Toples kaca pertama diisi sekerat daging, lalu ditutup menggunakan penutup yang sangat rapat, toples ke dua ditutup menggunakan kain kasa, sedangkan toples ke dibiarkan tetap terbuka.
Setelah beberapa hari, perbedaan dari ke tiga toples tersebut sangat tampak. Dalam toples pertama tidak terdapat lalat atau belatung, toples ke dua terdapat belatung pada jaring kain kasa, tapi tidak ada belatung atau lalat pada daging, sedangkan dalam toples ke tiga, lalat dan belatung mengerubuti daging yang membusuk. Dari percobaan ini, Redi menarik kesimpulan bahwa
belatung dan lalat tidak mungkin sekonyong-konyong terbentuk dari daging yang membusuk saja, tetapi berasal dari telur lalat yang tertinggal pada daging dan kain kasa saat lalat hinggap. Dengan percobaan itu pula Redi menyatakan bahwa telur merupakan asal usul kehidupan (comne vivum ex ovo).
Lazzaro Spallanzani (1729-1799) yang juga merupakan ahli biologi
dari Italia, membuktikan ketidakbenaran teori abiogenesis dengan
menggunakan air kaldu yang diisikan pada dua buah labu erlenmeyer. Labu
pertama diisi air kaldu kemudian dibiarkan tetap terbuka, sedangkan labu
kedua diisi air kaldu, kemudian ditutup dengan rapat. Setelah beberapa
hari kemudian, air kaldu dalam labu pertama berubah menjadi keruh dengan
bau tidak enak, sedangkan air kaldu pada labu ke dua tidak mengalami
perubahan apapun. Dari percobaan tersebut, Spallanzani menarik
kesimpulan bahwa mikroba pembusuk yang membusukan air kaldu dalam labu
pertama bukanlah berasal dari air kaldu, melainkan dari mikroba yang
sebelumnya terdapat di udara yang masuk ke dalam labu. Buktinya, bila
labu ditutup rapat pembusukan air kaldu tidak terjadi. Dengan percobaan
itu pula Spallanzani menyatakan bahwa asal usul kehidupan dimulai dari telur (omne ovum ex vivum).
Louis Pasteur (1822-1895) yang merupakan ahli biologi Perancis,
membuktikan ketidakbenaran teori abiogenesis melalui eksperimen dengan
berbagai jenis jasad renik. Eksperimen dilakukan dengan meletakan air
kaldu yang sudah dipanaskan ke dalam tabung leher angsa (leher yang
meski corongnya terbuka tapi udara tidak bisa masuk). Air kaldu tersebut
didiamkan selama beberapa waktu namun bakteri tidak dapat
membusukannya. Baru setelah tabung dimiringkan hingga kaldu mencapai
ujung corong, bakteri pembusuk dapat membusukan air kaldu. Dengan
percobaan itu, Pasteur menyatakan bahwa asal usul kehidupan dimulai dari kehidupan sebelumnya (omne vivum ex vivum).
Dari hasil percobaan-percobaan yang dilakukan oleh Redi, Spallanzani, dan Pasteur itulah teori asal usul kehidupan berasal dari kehidupan (biogenesis) mulai berkembang, seiring dengan itu pula teori abiogenesis pun mulai ditinggalkan. Lebih lanjut, perkembangan tentang teori asal usul kehidupan juga diteliti melalui cabang ilmu alam lainnya seperti kimia
Saturday, 18 April 2015
Cara Membuat Video Slideshow Foto Dengan Musik Dalam 5 Menit
-
Video dengan model slideshow ini memang banyak sekali di gunakan untuk
keperluan presentasi ataupun keperluan kantor lainnya namun ada juga
yang ingin membuatnya untuk keperluan pribadi seperti membuat foto album
kenangan yang kemudian di putar di media player agar bisa lebih mudah
untuk di nikmati. Saya rasa trik ini cocok buat pemula yang ingin
bekerja dengan hasil lebih cepat dengan waktu yang terbatas dengan
metode yang relatif mudah dengan tanpa membutuhkan keahlian mengedit
video sebelumnya. kurang lebih 5 menit sobat sudah bisa menikmati hasil
foto yang akan sobat buat nantinya. dan saya yakin siapa saja bisa
membuatnya. dalam tutorial membuat slideshow kali ini sobat memerlukan
software yang bisa sobat download dengan gratis namanya adalah freemake video converter selain bisa untuk membuat slideshow freemake ini sangat handal dalam mengkonvert video
menjadi format yang sobat inginkan. meskipun video ini tergolong simple
namun ada beberapa fitur yang penitng dalam membuat slideshow seperti
menambah lagu, mengatur dan mengurutkan gambar mana yang didahulukan
dan di akhirkan, menghapus gambar yang ingin di hilangkan, dan mengatur
kecepatan interval (pergantian gambar) dan menjadikan video itu menjadi
format yang dinginkan misalkan ingin menjadikan video tersebut menjadi
3GP,Mp4, FLV, MKV, dan bahkan bisa juga untuk android. untuk lebih
lengkapnya silahkan ikuti panduan cara menciptakan video dari gambar berikut ini.
Cara Membuat Video Slideshow dari Foto Dengan menambahkan Musik Di dalamnya
Sebenarnya banyak sekali software yang bisa sobat gunakan untuk membuat video slideshow namun saya tertarik dengan software ini selain tampilan yang bagus cara memakainya pun sangat mudah untuk di gunakan siapa saja.- Silahkan download program slideshow nya disini atau download direct dari situs resminya disini jika sudah selesai silahkan install seperti biasa sobat menginstall program di PC sobat.
- Jalankan program freemake video converter nya dan awali pertama kali dengan mengKlik "Foto" untuk mengambil gambar dari komputer yang telah disiapkan
- Disini waktunya mengambil dan memilih Pilihan foto dari komputer yang telah sobat sediakan untuk dijadikan video, untuk menseleksi pilihan yang di inginkan bisa dengan CTRL + klik mouse gambar yang di inginkan. lalu klik "open"
- Jika ingin menambah musik atau lagu di video sobat bisa memilih "add audio"
- Pilih musik lagu mp3 yang sobat inginkan dengan klik "open"
- Sebenarnya disini sudah selesai, namun hasinya masih kurang sempurna sobat bisa mengedit misalkan untuk mengurutkan gambar, mengedit jeda waktu, menambah lagi gambar yang mungkin kurang dan ingin menambah lagi yang lainnya.
- silahkan di edit lagi menurut keterangan gambar yang saya berikan di bawah ini Keterangan gambar di atas adalah sebagai berikut : (1). untuk mengedit model slidshow (2). Klik untuk mengedit video slideshow (3). Untuk interval / kecepatan pergantian gambar (4). untuk mengedit audio /mp3 (5). menambah gambar lagi (6). menghapus gambar dari slideshow (7). untuk pilihan mensuffle / mengacak (8). jika ingin menampilkan gambar secara manual misal gambar a ada di urutan pertama kemudian gambar b urutan ke 5 sedang gambar d urutan ke 4 dan lain sebagainya. (9). klik jika sudah selesai mengedit.
- Sampai tahap ini sobat bisa memilih format video mana yang sobat inginkan misalkan disini saya ingin membuat agar video tersebut bisa di putar di android maka saya memilih android lalu memilih ukuran lebar panjang videonya sesuai android yang saya pakai misal 230x240.
- Yang terakhir adalah settingan yang mungkin bisa sobat optimalkan untuk hasil yang lebih baik misalkan bisa mengedit kualitas audio pada nomer 1, dan juga untuk mengetahui video forlder output (hasil video yang sudah selesai di proses ada pada gambar 2. jika sudah selesai adalah convert klik nomer 3
- Video Sudah Selsai di buat
untuk hasil yang terbaik sobat bisa bereksplorasi sendiri fitur-fitur di
sana, namun untuk hasil yang standar saya rasa sobat bisa membuat video dari foto dengan mudah dalam 5menit,
apalagi jika sobat sudah terbiasa tentu akan lebih cepat lagi dan lebih
bagus lagi. selamat mencoba semoga sukses. dan fotonya jadi tambah
keren.
cerita rakyat
cerita rakyat mandailing .. tentang sampuraga
Alkisah,
pada zaman dahulu kala di daerah Padang Bolak, hiduplah di sebuah gubuk
reot seorang janda tua dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama
Sampuraga. Meskipun hidup miskin, mereka tetap saling menyayangi. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka setiap hari bekerja sebagai
tenaga upahan di ladang milik orang lain. Keduanya sangat rajin bekerja
dan jujur, sehingga banyak orang kaya yang suka kepada mereka.
Pada
suatu siang, Sampuraga bersama majikannya beristirahat di bawah sebuah
pohon yang rindang setelah bekerja sejak pagi. Sambil menikmati makan
siang, mereka berbincang-bincang dalam suasana akrab. Seakan tidak ada
jarak antara majikan dan buruh.
“Wahai,
Sampuraga! Usiamu masih sangat muda. Kalau boleh saya menyarankan,
sebaiknya kamu pergi ke sebuah negeri yang sangat subur dan peduduknya
hidup makmur,” kata sang Majikan.
“Negeri
manakah yang Tuan maksud?” tanya Sampuraga penasaran, “Negeri
Mandailing namanya. Di sana, rata-rata penduduknya memiliki sawah dan
ladang. Mereka juga sangat mudah mendapatkan uang dengan cara mendulang
emas di sungai, karena tanah di sana memiliki kandungan emas,” jelas
sang Majikan. Keterangan sang Majikan itu melambungkan impian Sampuraga.
“Sebenarnya,
saya sudah lama bercita-cita ingin pergi merantau untuk mencari
pekerjaan yang lebih baik. Saya ingin membahagiakan ibu saya,” kata
Sampuraga dengan sungguh-sungguh.
“Cita-citamu
sangat mulia, Sampuraga! Kamu memang anak yang berbakti” puji sang
Majikan. Sepulang dari bekerja di ladang majikannya, Sampuraga kemudian
mengutarakan keinginannya tersebut kepada ibunya.
“Bu,
Raga ingin pergi merantau untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Raga
ingin mengubah nasib kita yang sudah lama menderita ini,” kata
Sampuraga kepada ibunya. “Ke manakah engkau akan pergi merantau,
anakku?”, tanya ibunya.
“Ke
negeri Mandailing, bu. Pemilik ladang itu yang memberitahu Raga bahwa
penduduk di sana hidup makmur dan sejahterta, karena tanahnya sangat
subur,” jelas Sampuraga kepada ibunya.
“Pergilah,
anakku! Meskipun ibu sangat khawatir kita tidak bisa bertemu lagi,
karena usia ibu sudah semakin tua, tapi ibu tidak memiliki alasan untuk
melarangmu pergi. Ibu minta maaf, karena selama ini ibu tidak pernah
membahagiakanmu, anakku” kata ibu Sampuraga dengan rasa haru
“Terima
kasih, bu! Raga berjanji akan segera kembali jika Raga sudah berhasil.
Doakan Raga, ya bu!“ Sampuraga meminta doa restu kepada ibunya.
“Ya,
anakku! Siapkanlah bekal yang akan kamu bawa!” seru sang ibu. Setelah
mendapat doa restu dari ibunya, Sampuraga pun segera mempersiapkan
segala sesuatunya.
Keesokan
harinya, Sampuraga berpamitan kepada ibunya. “Bu, Raga berangkat! jaga
diri ibu baik-baik, jangan terlalu banyak bekerja keras!” saran
Sampuraga kepada ibunya.
Berhati-hatilah di jalan! Jangan lupa cepat kembali jika sudah berhasil!” harap sang ibu.
Sebelum
meninggalkan gubuk reotnya, Sampuraga mencium tangan sang Ibu yang
sangat disayanginya itu. Suasana haru pun menyelimuti hati ibu dan anak
yang akan berpisah itu. Tak terasa, air mata keluar dari kelopak mata
sang Ibu. Sampuraga pun tidak bisa membendung air matanya. Ia kemudian
merangkul ibunya, sang Ibu pun membalasnya dengan pelukan yang erat,
lalu berkata: “Sudahlah, Anakku! Jika Tuhan menghendaki, kita akan
bertemu lagi,” kata sang Ibu.
Setelah
itu berangkatlah Sampuraga meninggalkan ibunya seorang diri.
Berhari-hari sudah Sampuraga berjalan kaki menyusuri hutan belantara dan
melawati beberapa perkampungan. Suatu hari, sampailah ia di kota
Kerajaan Pidoli, Mandailing. Ia sangat terpesona melihat negeri itu.
Penduduknya ramah-tamah, masing-masing mempunyai rumah dengan bangunan
yang indah beratapkan ijuk. Sebuah istana berdiri megah di tengah-tengah
keramaian kota. Candi yang terbuat dari batu bata terdapat di setiap
sudut kota. Semua itu menandakan bahwa penduduk di negeri itu hidup
makmur dan sejahtera.
Di
kota itu, Sampuraga mencoba melamar pekerjaan. Lamaran pertamanya pun
langsung diterima. Ia bekerja pada seorang pedagang yang kaya-raya. Sang
Majikan sangat percaya kepadanya, karena ia sangat rajin bekerja dan
jujur. Sudah beberapa kali sang Majikan menguji kejujuran Sampuraga,
ternyata ia memang pemuda yang sangat jujur. Oleh karena itu, sang
Majikan ingin memberinya modal untuk membuka usaha sendiri. Dalam waktu
singkat, usaha dagang Sampuraga berkembang dengan pesat. Keuntungan yang
diperolehnya ia tabung untuk menambah modalnya, sehingga usahanya
semakin lama semakin maju. Tak lama kemudian, ia pun terkenal sebagai
pengusaha muda yang kaya-raya.
Sang
Majikan sangat senang melihat keberhasilan Sampuraga. Ia berkeinginan
menikahkan Sampuraga dengan putrinya yang terkenal paling cantik di
wilayah kerajaan Pidoli.
“Raga, engkau adalah anak yang baik dan rajin. Maukah engkau aku jadikan menantuku?” tanya sang Majikan.
“Dengan senang hati, Tuan! Hamba bersedia menikah dengan putri Tuan yang cantik jelita itu,” jawab Sampuraga.
Pernikahan
mereka diselenggarakan secara besar-besaran sesuai adat Mandailing.
Persiapan mulai dilakukan satu bulan sebelum acara tersebut
diselenggarakan. Puluhan ekor kerbau dan kambing yang akan disembelih
disediakan. Gordang Sambilan dan Gordang Boru yang terbaik juga telah
dipersiapkan untuk menghibur para undangan.
Berita
tentang pesta pernikahan yang meriah itu telah tersiar sampai ke
pelosok-pelosok daerah. Seluruh warga telah mengetahui berita itu,
termasuk ibu Sampuraga. Perempuan tua itu hampir tidak percaya jika
anaknya akan menikah dengan seorang gadis bangsawan, putri seorang
pedagang yang kaya-raya.
“Ah,
tidak mungkin anakku akan menikah dengan putri bangsawan yang kaya,
sedangkan ia adalah anak seorang janda yang miskin. Barangkali namanya
saja yang sama,” demikian yang terlintas dalam pikiran janda tua itu.
Walaupun
masih ada keraguan dalam hatinya, ibu tua itu ingin memastikan berita
yang telah diterimanya. Setelah mempersiapkan bekal secukupnya,
berangkatlah ia ke negeri Mandailing dengan berjalan kaki untuk
menyaksikan pernikahan anak satu-satunya itu. Setibanya di wilayah
kerajaan Pidoli, tampaklah sebuah keramaian dan terdengar pula suara
Gordang Sambilan bertalu-talu. Dengan langkah terseok-seok, nenek tua
itu mendekati keramaian. Alangkah terkejutnya, ketika ia melihat seorang
pemuda yang sangat dikenalnya sedang duduk bersanding dengan seorang
putri yang cantik jelita. Pemuda itu adalah Sampuraga, anak kandungnya
sendiri.
Oleh karena rindu yang sangat mendalam, ia tidak bisa menahan diri. Tiba-tiba ia berteriak memanggil nama anaknya.
Sampuraga
sangat terkejut mendengar suara yang sudah tidak asing di telinganya.
“Ah, tidak mungkin itu suara ibu,” pikir Sampuraga sambil mencari-cari
sumber suara itu di tengah-tengah keramaian. Beberapa saat kemudian,
tiba-tiba seorang nenek tua berlari mendekatinya.
“Sampuraga…Anakku! Ini aku ibumu, Nak!” seru nenek tua itu sambil mengulurkan kedua tangannya hendak memeluk Sampuraga.
Sampuraga
yang sedang duduk bersanding dengan istrinya, bagai disambar petir.
Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi merah membara, seakan terbakar api.
Ia sangat malu kepada para undangan yang hadir, karena nenek tua itu
tiba-tiba mengakuinya sebagai anak.
“Hei,
perempuan jelek! Enak saja kamu mengaku-ngaku sebagai ibuku. Aku tidak
punya ibu jelek seperti kamu! Pergi dari sini! Jangan mengacaukan
acaraku!”, hardik Sampuraga.
“Sampuragaaa…,
Anakku! Aku ini ibumu yang telah melahirkan dan membesarkanmu. Kenapa
kamu melupakan ibu? Ibu sudah lama sekali merindukanmu. Rangkullah Ibu,
Nak!” Iba perempuan tua itu.
“Tidak! Kau bukan ibuku! Ibuku sudah lama meninggal dunia. Algojo! Usir nenek tua ini!” Perintah Sampuraga.
Hati
Sampuraga benar-benar sudah tertutup. Ia tega sekali mengingkari dan
mengusir ibu kandungnya sendiri. Semua undangan yang menyaksikan
kejadian itu menjadi terharu. Namun, tak seorang pun yang berani
menengahinya.
Perempuan
tua yang malang itu kemudian diseret oleh dua orang sewaan Sampuraga
untuk meninggalkan pesta itu. Dengan derai air mata, perempuan tua itu
berdoa: “Ya, Tuhan! Jika benar pemuda itu adalah Sampuraga, berilah ia
pelajaran! Ia telah mengingkari ibu kandungnya sendiri
Seketika
itu juga, tiba-tiba langit diselimuti awan tebal dan hitam. Petir
menyambar bersahut-sahutan. Tak lama kemudian, hujan deras pun turun
diikuti suara guntur yang menggelegar seakan memecah gendang telinga.
Seluruh penduduk yang hadir dalam pesta berlarian menyelamatkan diri,
sementara ibu Sampuraga menghilang entah ke mana. Dalam waktu singkat,
tempat penyelenggaraan pesta itu tenggelam seketika. Tak seorang pun
penduduk yang selamat, termasuk Sampuraga dan istrinya.
Beberapa
hari kemudian, tempat itu telah berubah menjadi kolam air yang sangat
panas. Di sekitarnya terdapat beberapa batu kapur berukuran besar yang
bentuknya menyerupai kerbau. Selain itu, juga terdapat dua unggukan
tanah berpasir dan lumpur warna yang bentuknya menyerupai bahan makanan.
Penduduk setempat menganggap bahwa semua itu adalah penjelmaan dari
upacara pernikahan Sampuraga yang terkena kutukan. Oleh masyarakat
setempat, tempat itu kemudian diberi nama “Kolam Sampuraga”. Hingga
kini, tempat ini telah menjadi salah satu daerah pariwisata di daerah
Mandailing yang ramai dikunjungi orang.
Cerita
di atas termasuk cerita rakyat teladan yang mengandung pesan-pesan
moral yang dapat dijadikan suri teladan dalam kehidupan sehari-hari.
Setidaknya ada tiga pesan moral yang dapat diambil sebagai pelajaran
dari cerita di atas, yaitu: sifat rajin bekerja, sifat jujur dan sifat
durhaka terhadap orang tua. Ketiga sifat tersebut tercermin pada sifat
dan perilaku Sampuraga.
Demikian
cerita sampuraga yang telah di ambil dari berbagai sumber, sehingga
legenda yang mulai terlupkan oleh segenap warga demi untuk melihat
betapa hebatnya ganjaran yang didapa seorang anak bila durhaka kepada
orang tua. Cerita yang bisa menarik objek wisata ini seolah terabaikan
oleh pemerintah demi untuk tetap menjaga alkisah sampuraga dengan
berbagai peninggalan sejarah yang melegenda secara nasional.
Disekolah
juga sudah jarang terdengar bagaimana legenda dahulu yang bisa
menggugah hati para siswa agar sampuraga adalah anak durhaka yang tidak
perlu di tiru sebab pendidikan ahlak sangt minim, sehingga adapt
istiadat Mandailing yang punya tutur sapa yang halus dan lembut kini
mulai putar akibat dari berbagai kebudayaan barat yang sudah menjadi
bahan tontonan di berbagai media televise.
Dari
legenda juga adat istiadat yang bisa menuntun generasi penerus bangsa
harus tetap dilestarikan dengan berbagai metode pendidikan sekolah untuk
tidak mentiadakan adapt dan budaya Mandailing yang kini sudah terkikis
oleh zaman.
Pemerintah
Daerah, DPRD Madina juga pemangku adat harus tetap menjaga anak sebagai
penenerus untuk tetap mengetahui adat istiadat Mandailing yang
mempunyai adap yang tinggi juga alkisah yang harus tetap menjadi bahan
contoh untuk semua orang agar tetap menghargai orang tua sebagaimana
legenda sampuraga.Thursday, 9 April 2015
Tips dan Cara Menulis Artikel yang Baik
Artikel adalah karangan pendek,
berkisar antara 300 sampai 1.000 kata, yang membahas tema tertentu yang
ditujukan untuk menyampaikan pikiran terhadap sebuah realitas, baik
berupa fakta, atau konsep tertentu.
Bagaimana membuat artikel dengan baik?
Hmm… jawabannya tergantung jenis artikelnya. Dalam tulisan ini saya
akan bantu anda menjelaskan cara membuat semua jenis artikel beserta
contohnya. Daftar Isi:
- Langkah-langkah Menulis Artikel Secara Umum
- Artikel Deskripsi
- Artikel Narasi
- Artikel Eksposisi
- Artikel Argumentasi
- Artikel Persuasi
- Artikel SEO (Khusus Untuk Menulis Online)
- Dua Jenis Penulisan
Langkah-langkah Menulis Artikel Secara Umum
Secara garis besar, langkah-langkah menulis artikel dapat kita bagi menjadi 5 poin penting berikut ini:
- Tentukan Tema. Tema haruslah spesifik. Semakin spesifik semakin menarik minat baca.
- Tetapkan Tujuan penulisan. Kebanyakan artikel, apalagi dalam artikel jenis deskripsi dan narasi, tidak menyatakan tujuan penulisan secara tersurat, melainkan tersirat.
- Rumuskan ide pokok atau masalah. Biasanya perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan. Hanya saja dalam penulisan artikel deskripsi dan narasi, rumusan masalahnya tidak tersurat tapi tersembunyi dibalik alur tulisan (Nanti saya jelaskan dengan contoh di bawah).
- Kembangkan tema dan pembahasan sesuai dengan jenis artikel (Penjabaran lebih lanjut saya uraikan dibawah)
- Buatlah kesimpulan. Kesimpulan bikinnya mudah. Anda bisa membuatnya dengan baik bila logika atau alur artikel anda benar.
Berikut ini saya akan jelaskan cara penulisan masing-masing bentuk artikel beserta contohnya.
Artikel deskripsi adalah karangan yang bertujuan untuk menulis gambaran suatu fakta sehingga pembaca dapat membayangkannya di dalam benak. Saya lebih suka menjulukinya sebagai artikel gambar.
Cara Penulisan Artikel Deskripsi
- Tentukan objek, baik berupa keadaan atau konsep yang mau dideskripsikan
- Tentukan juga tujuan penulisan (tersirat).
- Tentukan rumusan ide pokok (tersirat).
- Kembangkan tulisan menjadi urut-urutan. Apakah berdasarkan urutan waktu: pagi-siang-sore; atau urutan jam 1, jam 2, jam 3; atau urutan tahun: tahun 2000, tahun 2003, tahun 2005; atau menggunakan urutan tempat: dari pinggir ke tengah; dari pangkal ke ujung; atau kita ingin memakai urutan kepentingan: dari yang paling penting, penting ke yang kurang penting.
- Tutup dengan paragraf yang menyimpulkan obyek yang dideskripsikan.
Artikel Narasi
Artikel jenis ini ditujukan untuk menceritakan suatu keadaan atau situasi, baik berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Saya lebih suka menamainya sebagai artikel cerita.
Dalam artikel narasi harus ada penokohannya, seperti dalam cerita pada umumnya. Sang tokoh digambarkan sebagai sosok yang bergulat dengan masalah kehidupan dan berusaha memenangkan pergulatan tersebut. Adanya konflik kehidupan membuat tulisan jenis ini menarik minat baca. Sebab bila tidak ada konflik, maka sebuah narasi akan menjadi hambar.
Cara penulisan artikel narasi
- Tentukan tema.
- Tentukan tujuan (tersirat).
- Tentukan rumusan ide pokok (tersirat).
- Kembangkan tulisan dengan membuat alur cerita:
awal – tengah – akhir. Bagian awal buatlah pembukaan yang menarik;
Bagian tengah gambarkan pergulatan hidup sang tokoh sampai pada puncak
konflik alias klimaks;
- Setelah itu, buatlah anti klimaks sebagai penutup.
Artikel Eksposisi
Ertikel jenis ini merupakan karangan yang bertujuan untuk menguraikan suatu topik. Dapat berupa uraian tentang definisi, fungsi, bagian dan kegunaan suatu konsep. Dapat juga berupa langkah, cara atau proses mengerjakan sesuatu. Saya lebih suka menyebutnya sebagai artikel penjabaran.
Cara Penulisan Artikel Eksposisi
- Tentukan tema.
- Tentukan tujuan (tersurat).
- Tentukan rumusan ide pokok (tersurat).
- Kembangkan tulisan sesuai tujuan. Bila karangan ditujukan untuk menjelaskan pengertian, maka kembangkan karangan dengan menyajikan data dan fakta untuk menguatkan definisi atau proses. Bila anda ingin menjelaskan cara, buatlah tahapan-tahapan dari awal sampai akhir secara sistematis. Bila anda ingin menjelaskan kegunaan, buatlah kegunaannya satu persatu. Dan bila karangan ditujukan untuk menjelaskan proses, maka detilkan prosesnya.
- Berikan kesimpulan
Artikel Argumentasi
Artikel ini berupa karangan adu argumen. Penulisannya dilatarbelakangi oleh kritik terhadap suatu pendapat. Penulis biasanya akan memasukkan opini pribadi kedalam tulisan, tentu dengan data atau fakta yang mendukung, sehingga pendapatnya bisa menarik dukungan dari pembaca. Saya lebih suka menjulukinya sebagai artikel pendapat.
Cara Penulisan Artikel Argumentasi
- Tentukan tema.
- Tentukan tujuan (tersurat).
- Tentukan rumusan ide pokok (tersurat).
- Kembangkan karangan dengan menyajikan data dan fakta untuk menguatkan pendapat sendiri dan juga dapat melemahkan pendapat orang lain.
- Berikan kesimpulan
Artikel Persuasi
Artikel jenis ini terkenal juga dengan arikel motivasi. Sebab penulisannya bersifat membujuk alias persuasif. Efeknya dapat menggerakkan pembaca untuk melakukan atau mengikuti sesuatu. Saya lebih suka menjulukinya sebagai artikel bujukan.
Cara Penulisan Artikel Persuasi
- Tentukan tema.
- Tentukan tujuan (tersurat).
- Tentukan rumusan ide pokok (tersurat).
- Kembangkan karangan dengan menyajikan data dan fakta untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat menggerakkan pembaca untuk mengerjakan kebaikan dan menjauhi keburukan.
- Berikan kesimpulan
Artikel SEO
Artikel SEO adalah artikel yang ditujukan untuk mengoptimalkan pencarian kata kunci di situs search engine seperti gooogle. Ia bukanlah suatu jenis artikel tersendiri. Ia adalah artikel yang ditujukan khusus untuk menulis online yang jenisnya bisa berupa deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi atau persuasi.
Hanya saja artikel SEO memiliki teknik penulisan tertentu. Tujuannya agar tulisan kita dicintai (mudah dilacak) situs search engine. Keterangan lebih lanjut silakan baca tulisan saya yang ini: Cara Menulis Artikel SEO Friendly
Gambaran Umum Kabupaten Mandailing Natal
Sebelum Mandailing Natal menjadi sebuah kabupaten, wilayah ini masih termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan. Setelah terjadi pemekaran, dibentuklah Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan undang-undang Nomor 12 tahun 1998, secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret 1999.
Kabupaten Mandailing Natal terletak berbatasan dengan Sumatera Barat, bagian paling selatan dari Propinsi Sumatera Utara. Penduduk asli Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari dua etnis :
• Masyarakat etnis Mandailing
• Masyarakat etnis Pesisir
Masyarakat Mandailing Natal terdiri dari suku/etnis Mandailing, Minang, Jawa, Batak, Nias, Melayu dan Aceh, namun etnis mayoritas adalah etnis Mandailing 80,00 %, etnis Melayu pesisir 7,00 % dan etnis jawa 6,00 %. Etnis Mandailing sebahagian besar mendiami daerah Mandailing, sedangkan etnis melayu dan minang mendiami daerah Pantai Barat.
Seperti halnya kebanyakan daerah-daerah lain, pada zaman dahulu penduduk Mandailing hidup dalam satu kelompok-kelompok, yang dipimpin oleh raja yang bertempat tinggal di Bagas Godang. Dalam mengatur sistem kehidupan, masyarakat Mandailing Natal menggunakan sistem Dalian Na Tolu (tiga tumpuan). Artinya, mereka terdiri dari kelompok kekerabatan Mora (kelompok kerabat pemberi anak dara), Kahanggi (kelompok kerabat yang satu marga) dan Anak Boru (kelompok kerabat penerima anak dara). Yang menjadi pimpinan kelompok tersebut biasanya adalah anggota keluarga dekat dari Raja yang menjadi kepala pemerintahan di Negeri atau Huta asal mereka.
Letak Geografis
Kabupaten Mandailing Natal terletak pada 0°10′ – 1°50′ Lintang Utara dan 98°10′ – 100°10′ Bujur Timur ketinggian 0 – 2.145 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal ± 6.620,70 km2 atau 9,23 persen dari wilayah Sumatera Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Kab.Tapanuli Selatan
2. Sebelah Selatan : Prop.Sumatera Barat
3. Sebelah Barat : Samudera Indonesia
4. Sebelah Timur : Prop.Sumatera Barat
Iklim
Iklim Kabupaten Mandailing Natal adalah berkisar antara 23 ºC – 32 ºC dengan kelembaban antara 80 – 85 %
Sumber Mata Air
Gugusan Bukit Barisan merupakan sumber mata air sungai-sungai yang mengalir di Kabupaten Mandailing Natal. Ada 6 sungai besar bermuara ke Samudera Hindia diantaranya adalah : Batang Gadis 137,5 Km, Siulangaling 46,8 Km, Parlampungan 38,72 Km, Tabuyung 33,46 Km, Batahan 27,91 Km, Kunkun 27,26 Km, dan sungai-sungai lainnya kira-kira 271,15 Km. Keberadaan sungai-sungai itu membuktikan bahwa daerah Kabupaten Mandailing Natal adalah daerah yang subur dan menjadi lumbung pangan bagi wilayah sekitarnya.
Pertanahan
Status kepemilikan tanah di Kabupaten Mandailing Natal adalah :
- Hak Milik 1.885,00 Ha
- Hak Guna Bangunan 2,00 Ha
- Hak Pakai 9,00 Ha
- Hak Guna Usaha 2.392,00 Ha
Daerah Mandailing Natal terbagi dalam 3 bagian topografi yakni :
- Dataran Rendah, merupakan daerah pesisir dengan kemiringan 0 º – 2 º dengan luas sekitar 160.500 hektar atau 18,68 %.
- Dataran Landai, dengan kemiringan 2º – 15 º, dengan luas 36.385 hektar atau 4,24 %
- Dataran Tinggi, dengan kemiringan 7º – 40º, dengan luas 662.139 hektar atau 77,08% dibedakan atas 2 jenis yakni : Daerah perbukitan dengan luas 308.954 hektar atau 46,66% dan Daerah pegunungan dengan luas 353.185 hektar atau 53,34%
Kabupaten Mandailing Natal, terdiri dari 23 Kecamatan , dan 386 Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk 413.750 jiwa, laki-laki 203,565 jiwa atau 49.20 % dan perempuan 210.185 jiwa atau 50.80 % (data tahun 2006). Dan tingkat pertumbuhan 1,42% pertahun
Perbankan
Di Kabupaten Mandailing Natal terdapat 8 (delapan) buah Bank, yang terdiri dari 4 kantor Bank Pemerintah dan 4 kantor Bank Swasta Nasional.
Logo dan Motto
Lambang Daerah Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 4 bagian:
1. Perisai Lambang Daerah
2. Nama Daerah
3. Pengapit Lambang Daerah
4. Payung Kebesaran Adat
Perisai lambang daerah, payung kebesaran adat, pengapit lambang daerah dan motto daerah yang dimaksud disusun sedemikian rupa sehingga nama daerah berada dalam perisai lambang daerah.
Penempatan warna pada Lambang Daerah adalah sebagai berikut:
1. Perisai berbentuk jantung, warna hijau,
2. Payung warna kuning,
3. Bagas godang (rumah adat) berwarna hitam dan merah,
4. Tungku pohon karet berwarna coklat,
5. Pohon sawit berwarna hijau,
6. Gordang sembilan berwarna coklat hitam,
7. Perairan berwarna biru,
8. Hamparan sawah dan gunung,
9. Ikan berwarna kuning emas.
Pengertian warna:
a. Warna hijau melambangkan keagamaan (Islam),
b. Warna kuning melambangkan kemakmuran,
c. Warna merah melambangkan keberanian,
d. Warna hitam melambangkan kepahlawanan,
e. Warna biru melambangkan kesetiaan,
f. Warna putih melambangkan kesucian,
g. Warna coklat melambangkan kerukunan,
Pengertian Lambang dari perisai :
- Payung melambangkan sebagai pelindung pada bulan Agustus 1945.
- Bagas godang/Rumah adat melambangkan bahwa menyelesaikan permasalahan melalui musyawarah sesuai dengan kebudayaan setempat.
- Tungku pohon karet melambangkan keuletan masyarakat untuk mengolah potensi wilayah.
- Pohon sawit melambangkan kekayaan alam yang melimpah.
- Gordang sembilan melambangkan alat kesenian yang bisa mempersatukan berbagai etnis.
- Perairan melambangkan masyarakat yang agamis.
- Hamparan sawah dan gunung Bukit Barisan melambangkan kemakmuran dan kebahagiaan.
- Ikan melambangkan bisuk dohot poda (kecerdikan dan nasehat) sebagai ciri khas bagi masyarakat Kabupaten Mandailing Natal
- Tujuh belas kuntum kapas, delapan lambang dalam lingkaran dan empat puluh lima butir padi menggambanrkan gambarkan tanggal, bulan dan tahun kemerdekaan dimana ketiganya melambangkan kebhineka kebudayaan yang mencerminkan kebesaran bangsa, patriotisme dan membela keadilan serta kebenaran.
- Burung walet melambangkan hemat dan bersehaja
“Madina Yang Madani”
Pengertian motto daerah madina yang madani adalah :- Madina yaitu singkatan atau akronim dari mandailing natal yang merupakan wilayah/adat kabupaten daerah tingkat II Mandailing Natal.
- Madani yaitu masyarakatat yang hidup rukun, tentram, cukup sosial dan mermpunyai jiwa membangun yang cukup tinggi serta terbuka menerima peraturan.
- Madina adalah kependekan dari kaka makmur, aman, damai, indah, nyaman dan asri.
Bendungan Batang Gadis
Taman Rekreasi Bendung Batang Gadis dinyatakan sebagai salah satu jembatan besar di Indonesia. Terletak di desa Aek Godang. Bendungan ini dibangun sbelum trbentukanya Kabupaten Mandailing Natal. Pada waktu itu danau buatan ini masih termasuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Bendung Batang Gadis memberikan banyak manfaat. Bendungan ini digunakan untuk pengairan sawah di Kabupaten Mandailing Natal. Belakangan ini kawasannya sudah ditata indah. Lokasinya yang luas dan strategis menarik pengunjung karena mereka dapat menikmati keindahan alam Mandailing Natal. Banyak yang berkunjung pada saat Idul Fitri.
Beberapa Tempat Bersejarah Di MADINA
Sumur Besar MULTATULI
Multatuli (Bahasa Latin untuk “Saya sungguh menderita”) adalah salah satu nama yang terkenal di Natal. Multatuli adalah nama samaran untuk Eduard Douwes Dekker yang menulis buku “Max Havelaar”. Buku ini disebut sebagai “buku yang menghapuskan kolonialisme”. Multatuli tinggal di Natal pada tahun 1842-1844. Disini da-pat dilihat bebe-rapa peningga-lan Multatuli se-perti sebuah sumur besar yang duhulunya digunakan oleh Multatuli pada saat dia tinggal di Natal.
Pesanggrahan Kotanopan
Pesanggrahan Kotanopan, pesanggrahan terbesar dan terbagus di Sumatera pada abad XIX. Bahkan Presiden Soekarno pun pernah berkunjung ke pesanggrahan ini pada 16 Juni 1948 untuk menggelar rapat raksasa. Di depan pesanggrahan ini juga terdapat prasasti yang memuat nama para Perintis Kemerdekaan yang berasal dari Mandailing.
Rumah Kontrolir Natal pada Abad XIX
Perayaan 10 Muharram memperingati hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW. Hasan dan Husin di halaman kediaman Kontrolir Natal, Asisten Residensi Mandailing Angkola di Natal pada abad XIX.
Multatuli (Bahasa Latin untuk “Saya sungguh menderita”) adalah salah satu nama yang terkenal di Natal. Multatuli adalah nama samaran untuk Eduard Douwes Dekker yang menulis buku “Max Havelaar”. Buku ini disebut sebagai “buku yang menghapuskan kolonialisme”. Multatuli tinggal di Natal pada tahun 1842-1844. Disini da-pat dilihat bebe-rapa peningga-lan Multatuli se-perti sebuah sumur besar yang duhulunya digunakan oleh Multatuli pada saat dia tinggal di Natal.
Pesanggrahan Kotanopan
Pesanggrahan Kotanopan, pesanggrahan terbesar dan terbagus di Sumatera pada abad XIX. Bahkan Presiden Soekarno pun pernah berkunjung ke pesanggrahan ini pada 16 Juni 1948 untuk menggelar rapat raksasa. Di depan pesanggrahan ini juga terdapat prasasti yang memuat nama para Perintis Kemerdekaan yang berasal dari Mandailing.
Rumah Kontrolir Natal pada Abad XIX
Perayaan 10 Muharram memperingati hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW. Hasan dan Husin di halaman kediaman Kontrolir Natal, Asisten Residensi Mandailing Angkola di Natal pada abad XIX.
Kebudayaan
Gordang Sambilan
Gordang Sambilan adalah jenis alat musik pukul seperti Bedug.Terdiri dari Sembilan bedug yang mempunyai Panjang dan Diameter yang berbeda sehingga menghasilkan nada yang berbedapula.
Gordang Sambilan di perdengarkan hanya dalam kegiatan kerajaan,Seperti acara Pernikahan ataupun penyambutan Tamu Kerajaan.Sebelum Gordang Sambilan di perdengarkan di wajibkan untuk memotong Kerbau.Tempat Gordang sambilan berada di alunalun Bagas Godang(Istana). Seiring berkembangnya kultur sosial masyarakat saat ini Gordang sambilan sudah lebih sering di perdengarkan baik pada pesta Pernikahan, Penyambutan dan Hari besar.
Gordang Sambilan salah satu pesona wisata di Kab. Mandailing Natal (Madina), salah satu warisan budaya bangsa Indonesia. Bahkan diakui pakar etnomusikologi sebagai satu ensambel music teristimewa di dunia.
Sebagai alat musik adat dan sakral, Gordang Sambilan terdiri dari sembilan gendang. Ukuran besar dan panjang ke sembilan gondang itu bertingkat, mulai paling besar sampai paling kecil.
Tabung resonator Gordang Sambilan terbuat dari kayu yang dilubangi, dan salah satu ujung lobangnya ditutup dengan membran terbuat dari kulit lembu dan ditegangkan dengan rotan sebagai alat pengikat.
Untuk membunyikan alat kesenian itu digunakan pemukul terbuat dari kayu. Masingmasing gondang mempunyai nama sendiri. dan tidak sama di semua tempat di seluruh Madina, karena masyarakat Mandailing yang hidup dengan tradisi adat punya kebebasan untuk berbeda.
Instrumen musik tradisional ini dilengkapi dua buah ogung, satu doal dan tiga salempong atau mongmongan. Juga dilengkapi alat tiup terbuat dari bambu dinamakan sarune atau saleot dan sepasang simbal kecil yang dinamakan tali sasayat.
Belakangan ini, Gordang Sambilan sudah ditempatkan sebagai alat musik kesenian yang merupakan salah satu warisan budaya tradisional Mandailing, serta sudah mulai populer di Indonesia bahkan di Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Karena dalam beberapa lawatan kesenian tradisional Indonesia ke sejumlah negara, diperkenalkan Gordang Sambilan. Sedangkan orang Mandailing yang banyak bermukim di Malaysia sudah mulai pula menggunakan Gordang Sambilan untuk berbagai upacara.
Dengan ditempatkannya Gordang Sambilan sebagai instrumen musik kesenian tradisional Mandailing, maka alat musik ini sudah digunakan untuk berbagai keperluan di luar konteks upacara adat Mandailing. Misalnya menyambut kedatangan tamu agung, perayaan nasional dan acara pembukaan berbagai upacara besar serta haru raya Idul Fitri.
Bagi orang Mandailing, Gordang Sambilan merupakan adat sakral, bahkan dipandang berkekuatan gaib yang dapat mendatangkan roh nenek moyang untuk memberi pertolongan melalui medium atau semacam shaman yang dinamakan Sibaso
Pada zaman animisme, Gordang Sambilan digunakan untuk upacara memanggil roh nenek moyang apabila diperlukan pertolongannya. Upacara tersebut dinamakan Paturuan Sibaso (memanggil roh untuk menyurupi medium Sibaso).
Tujuannya meminta pertolongan roh nenek moyang, mengatasi kesulitan yang sedang menimpa masyarakat, seperti penyakit menular. Juga digunakan untuk upacara meminta hujan atau menghentikan hujan yang turun terlalu lama dan menimbulkan kerusakan. Selain itu dipergunakan pula untuk upacara perkawinan yang dinamakan Horja Godang Markaroan Boru dan untuk upacara kematian yang dinamakan Horja Mambulungi
Penggunaan Gordang Sambilan untuk kedua upacara tersebut, karena untuk kepentingan pribadi harus terlebih dahulu mendapat izin dari pemimpin tradisional dinamakan Namora Natoras dan Raja sebagai kepala pemerintahan.
Oleh karena itu pada masa lalu, di setiap kerajaan di Mandailing harus ada satu ensambel Gordang Sambilan yang ditempatkan di Sopo Godang (balai sidang adat dan pemerintahan kerajaan), atau disatu bangunan khusus terletak di dekat Bagas Godang (istana raja).
Permohonan izin itu dilakukan melalaui suatu musyawarah adat yang disebut Markobar Adat yang dihadiri tokohtokoh Namora Natoras dan Raja berserta pihak yang akan menyelenggarakan upacara. Selain harus mendapat izin dari Namora Natoras dan Raja, untuk penggunaan Gordang Sambilan dalam kedua upacara harus disembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa.
Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka Gordang Sambilan tidak boleh digunakan untuk upacara kematian (Orja Mambulungi) hanya dua buah yang terbesar dari instrumen Gordang Sambilan yang digunakan, yang dinamakan Jangat. Tapi dalam konteks penyelenggaraan upacara kematian dinamakan Bombat.
Penggunaan Gordang Sambilan dalam upacara adat disertai peragaan bendabenda kebesaran adat, seperti bendera adat yang dinamakan tonggol, payung kebesaran dinamakan Payung Raranagan dan berbagai jenis senjata seperti pedang dan tombak yang dinamakan Podang dan Tombak Sijabut.
Gordang Sambilan juga dapat digunakan mengiringi tari yang dinamakan Sarama Penyatarama (orang yang melakukan tari sarama), kadangkadang mengalami kesurupan pada waktu menari karena dimasuki oleh roh nenek moyang.
Gordang Sambilan adalah jenis alat musik pukul seperti Bedug.Terdiri dari Sembilan bedug yang mempunyai Panjang dan Diameter yang berbeda sehingga menghasilkan nada yang berbedapula.
Gordang Sambilan di perdengarkan hanya dalam kegiatan kerajaan,Seperti acara Pernikahan ataupun penyambutan Tamu Kerajaan.Sebelum Gordang Sambilan di perdengarkan di wajibkan untuk memotong Kerbau.Tempat Gordang sambilan berada di alunalun Bagas Godang(Istana). Seiring berkembangnya kultur sosial masyarakat saat ini Gordang sambilan sudah lebih sering di perdengarkan baik pada pesta Pernikahan, Penyambutan dan Hari besar.
Gordang Sambilan salah satu pesona wisata di Kab. Mandailing Natal (Madina), salah satu warisan budaya bangsa Indonesia. Bahkan diakui pakar etnomusikologi sebagai satu ensambel music teristimewa di dunia.
Sebagai alat musik adat dan sakral, Gordang Sambilan terdiri dari sembilan gendang. Ukuran besar dan panjang ke sembilan gondang itu bertingkat, mulai paling besar sampai paling kecil.
Tabung resonator Gordang Sambilan terbuat dari kayu yang dilubangi, dan salah satu ujung lobangnya ditutup dengan membran terbuat dari kulit lembu dan ditegangkan dengan rotan sebagai alat pengikat.
Untuk membunyikan alat kesenian itu digunakan pemukul terbuat dari kayu. Masingmasing gondang mempunyai nama sendiri. dan tidak sama di semua tempat di seluruh Madina, karena masyarakat Mandailing yang hidup dengan tradisi adat punya kebebasan untuk berbeda.
Instrumen musik tradisional ini dilengkapi dua buah ogung, satu doal dan tiga salempong atau mongmongan. Juga dilengkapi alat tiup terbuat dari bambu dinamakan sarune atau saleot dan sepasang simbal kecil yang dinamakan tali sasayat.
Belakangan ini, Gordang Sambilan sudah ditempatkan sebagai alat musik kesenian yang merupakan salah satu warisan budaya tradisional Mandailing, serta sudah mulai populer di Indonesia bahkan di Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Karena dalam beberapa lawatan kesenian tradisional Indonesia ke sejumlah negara, diperkenalkan Gordang Sambilan. Sedangkan orang Mandailing yang banyak bermukim di Malaysia sudah mulai pula menggunakan Gordang Sambilan untuk berbagai upacara.
Dengan ditempatkannya Gordang Sambilan sebagai instrumen musik kesenian tradisional Mandailing, maka alat musik ini sudah digunakan untuk berbagai keperluan di luar konteks upacara adat Mandailing. Misalnya menyambut kedatangan tamu agung, perayaan nasional dan acara pembukaan berbagai upacara besar serta haru raya Idul Fitri.
Bagi orang Mandailing, Gordang Sambilan merupakan adat sakral, bahkan dipandang berkekuatan gaib yang dapat mendatangkan roh nenek moyang untuk memberi pertolongan melalui medium atau semacam shaman yang dinamakan Sibaso
Pada zaman animisme, Gordang Sambilan digunakan untuk upacara memanggil roh nenek moyang apabila diperlukan pertolongannya. Upacara tersebut dinamakan Paturuan Sibaso (memanggil roh untuk menyurupi medium Sibaso).
Tujuannya meminta pertolongan roh nenek moyang, mengatasi kesulitan yang sedang menimpa masyarakat, seperti penyakit menular. Juga digunakan untuk upacara meminta hujan atau menghentikan hujan yang turun terlalu lama dan menimbulkan kerusakan. Selain itu dipergunakan pula untuk upacara perkawinan yang dinamakan Horja Godang Markaroan Boru dan untuk upacara kematian yang dinamakan Horja Mambulungi
Penggunaan Gordang Sambilan untuk kedua upacara tersebut, karena untuk kepentingan pribadi harus terlebih dahulu mendapat izin dari pemimpin tradisional dinamakan Namora Natoras dan Raja sebagai kepala pemerintahan.
Oleh karena itu pada masa lalu, di setiap kerajaan di Mandailing harus ada satu ensambel Gordang Sambilan yang ditempatkan di Sopo Godang (balai sidang adat dan pemerintahan kerajaan), atau disatu bangunan khusus terletak di dekat Bagas Godang (istana raja).
Permohonan izin itu dilakukan melalaui suatu musyawarah adat yang disebut Markobar Adat yang dihadiri tokohtokoh Namora Natoras dan Raja berserta pihak yang akan menyelenggarakan upacara. Selain harus mendapat izin dari Namora Natoras dan Raja, untuk penggunaan Gordang Sambilan dalam kedua upacara harus disembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa.
Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka Gordang Sambilan tidak boleh digunakan untuk upacara kematian (Orja Mambulungi) hanya dua buah yang terbesar dari instrumen Gordang Sambilan yang digunakan, yang dinamakan Jangat. Tapi dalam konteks penyelenggaraan upacara kematian dinamakan Bombat.
Penggunaan Gordang Sambilan dalam upacara adat disertai peragaan bendabenda kebesaran adat, seperti bendera adat yang dinamakan tonggol, payung kebesaran dinamakan Payung Raranagan dan berbagai jenis senjata seperti pedang dan tombak yang dinamakan Podang dan Tombak Sijabut.
Gordang Sambilan juga dapat digunakan mengiringi tari yang dinamakan Sarama Penyatarama (orang yang melakukan tari sarama), kadangkadang mengalami kesurupan pada waktu menari karena dimasuki oleh roh nenek moyang.
peta kab: MADINA dan pembagian kecamtannya
- Siabu
- Bukit Malintang
- Naga Juang
- Hutabargot
- Panyabungan Kota
- Panyabungan Utara
- Panyabungan Barat
- Panyabungan Timur
- Panyabungan Selatan
- Lembah Sorik Marapi
- Puncak Sorik Marapi
- Tambangan
- Kotanopan
- Ulupungkut
- Muarasipongi
- Pakantan
- Batang Natal
- Lingga Bayu
- Ranto Baek
- Batahan
- Sinunukan
- Natal
- Muara Batang Gadis
Adat Istiadat
Bagas Godang (Rumah Raja) senantiasa dibangun berpasangan dengan sebuah balai sidang adat yang terletak di hadapan atau di samping Rumah Raja. Balai sidang adat tersebut dinamakan Sopo Sio Rancang Magodang atau Sopo Godang. Bangunannya mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil sebagai-mana jumlah anak tangganya. Untuk melambangkan bahwa pemerintahan dalam Huta adalah pemerintahan yang demokratis, maka Sopo Godang dibangun tanpa di dinding.
Dengan cara ini, semua sidang adat dan pemerintahan dapat dengan langsung dan bebas disaksikan dan didengar oleh masyarakat Huta. Sopo Godang tersebut dipergunakan oleh Raja dan tokoh-tokoh Na Mora Na Toras sebagai wakil rakyat untuk “tempat mengambil keputusan-keputusan penting dan tempat menerima tamu-tamu terhormat”. Sesuai dengan itu, maka bangunan adat tersebut diagungkan dengan nama Sopo Sio Rancang Magodang inganan ni partahian paradatan parosu-rosuan ni hula dohot dongan (Balai Sidang Agung tempat bermusyawarah/mufakat, melakukan sidang adat dan tempat menjalin keakraban para tokoh terhormat dan para kerabat). Biasanya di dalam bangunan ini ditempatkan Gordang Sambilan yaitu alat musik tradisional Mandailing yang dahulu dianggap sakral.
Setiap Bagas Godang yang senantiasa didampingi oleh sebuah Sopo Godang harus mempunyai sebidang halaman yang cukup luas. Oleh kerana itulah maka kedua bangunan tersebut ditempatkan pada satu lokasi yang cukup luas dan datar dalam Huta. Halaman Bagas Godang dinamakan Alaman Bolak Silangse Utang (Halaman Luas Pelunas Hutang). Sesiapa yang mencari perlindungan dari ancaman yang membahayakan dirinya boleh mendapat keselamatan dalam halaman ini. Menurut adat Mandailing, pada saat orang yang sedang dalam bahaya memasuki halaman ini, ia dilindungi Raja, dan tidak boleh diganggu-gugat.
Sesuai dengan fungsi Bagas Godang dan Sopo Godang, kedua bangunan adat tersebut melambangkan keagungan masyarakat Huta sebagai suatu masyarakat yang diakui sah kemandiriannya dalam menjalankan pemerintahan dan adat dalam masyarakat Mandailing.
Karena itu, kedua bangunan ter-sebut dimuliakan da-lam kehidupan mas-yarakat. Adat-istiadat Mandailing menjadi-kan kedua bangunan adat tersebut sebagai milik masyarakat Huta tanpa mengu-rangi kemulian Raja dan keluarganya yang berhak penuh menem-pati Bagas Godang. Oleh kerana itu, pada masa lampau Bagas Godang dan Sopo Godang maupun Alaman Bolak Silangse Utang dengan sengaja tidak berpagar atau bertembok memisahkannya dari rumah-rumah penduduk Huta.
Tuesday, 7 April 2015
ASAL USUL MARGA RANGKUTI
Marga
Rangkuti dan Parinduri Nenek Moyang Kedua marga tersebut adalah Datu
Janggut Marpayung Aji yang juga Raja di Huta Lobu Mandala Sena (Sekarang
Aek Marian). Sang Datu suka mengendarai gajah putih jika berpergian
dan dikawal dengan harimau (babiat). Datu Janggut Marpayung Aji
Dengan Puterinya di Huta Lobu (Aek Marian) Alkisah, pada zaman dahulu
hiduplah seorang Raja yang arif dan bijaksana yang memiliki kesaktian
mandraguna yang tiada tanding di seluruh mandailing. Ia tinggal di Desa
Hutalobu atau yang sekarang kita kenal dengan Desa Aekmarian, di tepi
Siantona kecamatan Lembah Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal. Raja
ini memiliki seekor harimau yang di jadikan sebagai tunggangannya
kemanapun ia pergi. Tetapi walau pun ia sakti ia tetapi tidak sombong,
konon cerita itulah sebabnya ia digelar sebagai Datu Janggut Marpayung
Aji. Raja Datu Janggut memiliki putri yang sangat cantik jelita, yang
bernama Bujing Janggeas. Apabila sang Putri sedang memakan daun sirih
akan tampaklah warna kemerah-merahan mengalir di kerongkongannya.
Kecantikan Bujing Janggeas pun sudah tersohor kemana-mana. Sehingga
banyak anak-anak Raja yang datang bertandang ke Rumah Bujing Janggeas,
bermaksud untuk meminang Sang Putri, namun Bujing Janggeas selalu
menolak lamarannya. Sehingga pada suatu hari datanglah Datu Tolpang
untuk melamar Sang Putri, Lalu datanglah Bujing Janggeas untuk menyambut
kedatangan datu Tolpang. Datu tolpang heran mengapa Datu Jangggut
seperti biasa, “Adindaku Bujing Janggeas dimana tulangku berada, mengapa
Dia tidak menyambutku seperti biasa”Kata Datu Tolpang.”Oh Ayah sedang
pergi ke Rao untuk melihat Kerbau-kerbaunya yang sedang mandi”Kata
Bujing Janggeas. “Wah, ini kesempatanku yang sangat bagus untuk mencuri
Kitab-kitab Pusaka milik tulangku Datu Janggut yang berisi Ilmu
Kesaktian Yang tidak boleh diajarkan kepada orang lain, selain keturan
Datu Janggut”Kata Datu Tolpang. Lalu Bujing Janggeas Pergi kedapur untuk
memasak makanan untuk mereka bertiga dengan Duma yang sedang berda di
belakang Puri, Lalu diam-diam Datu Tolpang masuk kedalam bilik (Kamar)
tempat-tempat benda pusaka milik Datu Janggut. Lalu perasaan datu
janggut tidak tenang lalu Datu Janggut ke Huta Lobu, lalu Datu Tolpang
masuk ke Pagu, setelah Datu Janggut samapai dengan nada marah, Datu
Janggut Berkata:”Wahai Datu Tolpang Pulannglah ada sesuatu yang terjadi
yang tidak baik yang menimpa keluargamu (meninggal dunia)” Setelah
kabar itu Datu Janggut juga pergi melayat ke Roburan Dolok untuk
mengunjungi Datu Tolpang, Lalu Datu Janggut Berkata:”Wahai Sahabatku
Sabarlah”. Mendengar perkataan Datu Janggut tersebut Datu Tolpang
merasa tersinggung. Pada suatu hari Bujing Janggeas pun hilang dibawa
orang Bunian atau Jin ke Tor Dolok Sigantang. Karena sudah tidak tahan
dengan kelakuan Datu Tolpang, akibatnya Datu Janggut marah kepada Datu
Tolpang. Pada hari itu Datu Tolpang melemparkan lesung dan ditangkis
oleh Datu Janggut dengan Indalu. Sehingga menyebabakan sebuah danau di
Purba Julu, Datu Janggut mengutuk Datu Tolpang dengan berkata:”Barang
siapa Boru Lubis asli keturunan Datu Tolpang, tidak boleh lewat dari
huta lobu (Aekmarian). Apabila dilanggar sering terjadi perceraian.
Makam Leluhur Marga Rangkuti: Potensi Wisata Sejarah yang Terabaikan http://stat.kompasiana.com/files/2010/07/rangkuti31-199x300.jpg
Bila saya memperkenalkan diri dan menyebutkan suku saya, sering orang
yang baru saya kenal mengaku baru tahu kalau Rangkuti itu adalah salah
satu marga dari suku Mandailing. Sama halnya seperti marga Nasution,
Lubis, Daulay, Pulungan, dan lain sebagainya. Itu bisa disebabkan
populasi marga Rangkuti yang cenderung lebih sedikit dan hanya
segelintir saja yang menonjol di permukaan, sehingga marga Rangkuti
tidak terlalu dikenal seperti marga-marga Mandailing lainnya. Namun
demikian, kebesaran marga Rangkuti terungkap melalui sejarah pada abad
sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia. Saya cukup sering
mendengar sejarah marga Rangkuti dari Ayah dan kerabat-kerabat saya.
Paling sering dan yang masih terekam dalam benak saya adalah kalau
Rangkuti itu berasal dari kata “Orang yang Ditakuti”. Bila diucapkan
secara cepat, maka akan terdengar menjadi “Rangkuti”. Hal ini
sebagaimana yang saya baca di buku “Data dan Silsilah Marga Rangkuti”,
karya H. Arif Kamal Pulungan. Cukup unik. Tapi sebenarnya saya
penasaran, sejak kapan kata “Rangkuti” itu mulai disebut? Apakah memang
dulunya orang-orang yang mengenal marga Rangkuti itu sudah berbahasa
Indonesia? Mengingat kata Rangkuti itu mestinya dicetuskan oleh
orang-orang Mandailing yang pastinya berbahasa Mandailing (agaknya hal
ini perlu penelusuran lebih lanjut). Sesuai yang tertulis di buku
tersebut, asal kata Rangkuti itu adalah karena dulunya, Sutan Parapat,
sebagai salah seorang raja, leluhur marga Rangkuti, memiliki kemampuan
menjinakkan harimau (bahasa Mandailing harimau adalah “babiat”). Bukan
hanya menjinakkan, tetapi juga mengendarainya kemana pun ia pergi.
Menurut sejarahnya, hanya orang-orang tertentu yang digelari Rangkuti
itulah yang bisa memperlakukan seekor harimau sedemikian rupa sehingga
menjadi jinak layaknya hewan peliharaan. Harimau itu pun berperilaku
seperti hamba yang mengabdi pada Tuannya. Disebabkan kesaktiannya
menaklukkan harimau itu, maka orang-orang menganggap Sutan Parapat dan
para leluhur lain yang bisa menunggangi harimau sebagai orang yang
ditakuti. Karena rajanya ditakuti, maka rakyat dan generasi penerusnya
pun ditakuti setiap orang pula. Kepala makam Raja Datu Janggut
Marpayung Aji (dok. AFR) http://stat.kompasiana.com/files/2010/07/rangkuti11-300x199.jpg Kepala makam Raja Datu Janggut Marpayung Aji (dok. AFR) http://stat.kompasiana.com/files/2010/07/rangkuti41-300x199.jpg
Terlepas dari pembahasan mengenai asal mula sebutan “Rangkuti”
tersebut, umum diketahui kalau setiap orang yang bermarga (di tanah
Batak) adalah raja. Tak terkecuali Mandailing, yang sebenarnya masih
merupakan bagian dari suku Batak, namun seringkali enggan menyebut
dirinya sebagai suku Batak. Sebagaimana halnya marga-marga di tano
(tanah) Batak, marga-marga yang berkembang di Mandailing bermula dari
bentuk kerajaan, tak terkecuali marga Rangkuti. Adapun Rangkuti,
kerajaan marganya terletak di Runding, di seberang sungai terbesar di
Mandailing bernama Batang Gadis. Kerajaan Runding ini berhadapan dengan
kerajaan marga Pulungan di Huta Bargot. Kerajaan Rangkuti di Runding
termasuk salah satu kerajaan tertua di Mandailing. Bila ditilik
tahunnya, kerajaan ini terbentuk kira-kira pada pertengahan abad XI.
Wilayah kerajaan yang didiami marga Rangkuti ini cukup luas, mencakup
huta-huta (kampung-kampung) di Mandailing Jae (Mandailing Godang),
Batang Natal dan Mandailing Julu. Salah satu huta di Mandailing Godang
adalah Hutalobu atau yang sekarang disebut Aek Marian, yang merupakan
tanah kelahiran Ayah saya. Di sinilah terdapat makam salah seorang
leluhur marga Rangkuti yaitu, Datu Janggut Marpayung Aji, yang merupakan
generasi keempat dari keturunan Sutan Pane, yang bersaudara dengan
Sutan Parapat. Beberapa bulan yang lalu, ketika saya masih tinggal di
Panyabungan, ibukota Kabupaten Mandailing Natal, saya berkesempatan
mengunjungi lagi makam Datu Janggut Marpayung Aji tersebut, setelah
kunjungan pertama beberapa tahun sebelumnya. Letak Aek Marian tidak
terlalu jauh dari Panyabungan. Hanya lebih kurang 30 menit saja dengan
berkendara. Jalannya pun mulus, karena merupakan Jalan Lintas Sumatera
menuju Sumatera Barat. Penunjuk ke arah makam (dok. AFR)
ASAL USUL MARGA LUBIS
ASAL
USUL MARGA LUBIS Selama berabad-abad lamanya dan sampai sekarang
masyarakat Mandailing mempercayai bahawa Namora Pande Bosi adalah nenek
moyang orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis. Menurut
legendanya, Namora Pande Bosi berasal dari Bugis di Sulawesi Selatan.
adalah seorang bangsawan Bugis bernama Daeng Malela, bergelar Angin
Bugis,Dalam pengembaraannya dia sampai ke satu tempat yang bernama
Sigalangan Mandailing Natal. yang mengembara dengan membawa seekor Ayam
jago. Daeng Malela disambut oleh seorang raja bermarga Dalimunte, dan
mendapatkan kehormatan untuk tinggal di kerajaan tersebut. Oleh karena
di saat itu masih sering terjadi perang antar kerajaan atau perang
antar marga, maka Daeng Malela menawarkan jasa untuk membalas budi baik
sang raja. Entah dari mana asal keahliannya, Daeng Malela menawarkan
untuk membuatkan senjata yang handal untuk pasukan kerajaan, karena
saat itu tidak ada pandai besi yang cakap dan senjata yang beredar di
kerajaan pun kurang. Daeng Malela minta disediakan sebatang besi dan
sejumlah takar atau batok kelapa sebagai bahan bakar tungku. Setelah
besi dibakar hingga membara, maka Daeng Malela menempah besi tersebut
menjadi sebilah pisau hanya dengan kedua belah tangannya. Konon pisau
tersebut hingga sekarang masih ada, dengan cap jari-jemari Daeng Malela
tertera di bilah pisau tersebut. Maka Kerajaan Dalimunte pun beroleh
kemenangan dengan senjata-senjata tempahan Daeng Malela. Oleh jasanya
tersebut, Daeng Malela pun beroleh kehormatan, diangkat menjadi pandai
besi kerajaan dengan gelar Namora Pande Bosi, artinya Pandai Besi Yang
Terhormat, bahkan dinikahkan pula dengan putri raja yang bernma Putri
Dalimunte naparila,artinya Putri dalimunte yang pemalu.dari istri ini
lahir lah sepasang anak kembar yang bernama Sultan Bugis dan Sultan
Borayun. Suatu ketika, Putri dalimunte meminta Namora Pande Bosi untuk
membawa burung yang di tembak di atas air.Namora Pande Bosi pun pergi
menyumpit burung di tengah hutan dan seekor burung yang sedang berdiri
di atas air berhasil di tembak nya.Kemudian,Burung itu di ambil oleh
gadis cantik dari orang Bunian/makhluk halus yang bertubuh
kasar/berwujud manusia. Namora Pande Bosi begitu terpesona melihat gadis
itu,Gadis cantik itu meminta agar Namora Pande Bosi menikahinya.
Namora Pande Bosi pun menurutinya. Pernikahan tersebut disembunyikannya
agar tidak diketahui sang raja. Kerajaan Hatongga menjadi
heboh, raja memerintahkan semua orang untuk mencari Namora Pande Bosi.
Terakhir gong sakti dipukul (dibunyikan) Namora Pande Besi sadar, dan
dia kembali pulang menemui istrinya dengan membawa keris tidak bersarung
lagi. Di negeri bunian, Istri kedua Namora Pande Bosi
melahirkan anak kembar diberi diberi nama Si Langkitang dan Si Baitang.
Setelah besar, kedua anak ini pergi mencari ayahnya sesuai dengan
petunjuk ibunya, dan ternyata impian mereka terkabul. Keluarga Namora
Pande Bosi menerima kedua anak itu sebagai anggota keluarga, sama
seperti anaknya kandung. Suatu ketika terjadi perkelahian
antara Sultan Bugis dengan Si Langkitang, gara-gara berebut putri
paman, yang akhirnya dimenangkan oleh Si Langkitang. Karena mereka
saling berkelahi, maka sang ibu membela anak kandungnya, sang ibu
menyuruh si Langkitang dan si Baitang pergi. Kedua anak itu pergi, dan
mereka sampai di Singengu. Singengu adalah daerah
pegunungan yang tinggi dari apabila menatap dari puncaknya, masih tampak
Lobu Hatongga. Di sana dengan suara yang keras si Langkitang bersumpah
agar keluarga Namora Pande Bosi di Lobu Hatongga akan punah. Namora
Pande Bosi menyuruh anaknya Si Langkitang dan Si Baitang meninggalkan
Hatongga. Sebelum berpisah, Namora Pande Bosi menyerahkan seekor ayam
kepada kedua putranya tersebut, dengan pesan agar dalam perjalanan
mereka, hendaknya ayam tersebut dilepaskan dan di mana ayam tersebut
berhenti, agar didirikan perkampungan. Namora pande bosi
menyuruh Baitang dan Langkitang (keluarga beserta rombongannya) untuk
membuka huta baru ke suatu tempat, di mana terdapat pertemuan
(partomuan) dua sungai yang mengalir dari dua arah yang tepat
bertentangan (dalam bahasa Mandailing dinamakan Muara Patontang) di
situlah mereka membuka tempat pemukiman baru yang baik.
Setelah lama mengembara akhirnya Baitang dan Langkitang ((keluarga
beserta rombongannya) menemukan Muara Patontang Dan Muara Partomuan,
lantas mereka membuka pemukiman baru di tempat itu di dua sungai yang
bertentangan muaranya, pada Aek Batang Gadis yaitu: Aek Singengu dan Aek
Singangir yang mereka namai Huta Nopan untuk mengenang tempat asal
ibunda mereka. (Baitang & Langkitang). Baitang
melanjutkan perjalanannya sampai ke Hulu sesuai dengan amanat Namora
Pande Bosi Partemuan dua sungai yaitu: antara Aek Batang Gadis dengan
Aek Batang Pungkut kemudian mendirikan pemukiman baru dinamai Muara
Partomuan (Lubis Partomuan), dimana Baitang mendirikan Pemukiman pertama
yang sekarang bernama Muara Pungkut. Baitang memiliki ketangguhan atau
ketangkasan yang luar biasa, karena itu digelari orang “ Lubis
Singasoro atau Singa Menerkam, (karena ada peristiwa dimana sekelompok
orang-orang yang sedang mendulang emas mengeroyok Baitang untuk
mencelakainya, namun Baitang dapat menaklukan semuanya dan menjadikan
hambanya). Tidak lama setelah ditinggalkan anaknya Baitang
dan Langkitang, Namora Pande Bosi meninggal dunia dan dimakamkan di
Hatongga. Semua keturunan Baitang dan Langkitang yang menyebar di
seluruh tanah Mandailing Julu terutama dan di tempat-tempat lain
dikenali sebagai orang-orang Mandailing yang bermarga Lubis.
Mandailing Julu mempunyai enam (6) Raja Panusunan, yang terdiri dari : ·
Lubis Si Baitang menurunkan Lubis yang menjadi Raja Panusunan
di kawasan: · Tamiang. · Manambin. · Pakantan. · Lubis Si
Langkitang menurunkan Lubis yang menjadi Raja Panusunan di kawasan: ·
Singengu. · Sayur Maincat. · Tambangan. Kawasan Mandailing
Julu (Hulu) berarti Kawasan Mandailing yang berada di bahagian hulu
sungai Batang Gadis yang melintasi wilayah Mandailing hulu sampai ke
hilir. Terdapat beberapa daerah yang berkaitan dengan sejarah marga
Lubis, antara lain Kota nopan yang namanya berasal dari kata huta
panopaan (kampung tempat penempaan/menempah besi), Muara Patontang yang
namanya berasal dari muara sungai yang saling bertentangan (patontang:
saling menentang), yaitu salah satu tempat ayam mereka berhenti, dan
Muara Soro, tempat akhirnya sang ayam dimangsa singa, hingga Lubis yang
berasal dari Muara Soro sering dijuluki Lubis Singa Soro. Begitupun,
tempat yang dianggap sebagai cikal-bakal marga Lubis adalah Singengu,
barangkali karena di Singengulah terdapat bagas godang (rumah adat)
marga Lubis sekaligus tempat menyimpan tarombo (silsilah) marga Lubis.
Adapun kata lubis sendiri konon berasal dari kata bugis. Entah mengapa
bisa sedemikian jauhnya berubah, barangkali saja orang Mandailing jaman
dahulu terlampau acap mengunyah sirih hingga lidahnya bebal. Dari
Bugis jadi LUBIS
PERANG KLANG 1867-1872
Raja Mahadi pula telah menimbulkan kemurkaan Sultan Abdul Samad apabila beliau enggan membayar ufti $500 kepada bakal mentua nya setelah menguasai Klang.Pada satu kesempatan lain dibulan Ogos 1869 Raja Ismail bersama 100 orang pengikutnya telah berjaya menawan sebuah kubu Raja Mahadi tetapi bila Tengku Kudin menghantar 500 orang Kedah untuk membantu Raja Ismail maka beliaupun berjaya mengusir Raja Mahadi dari Klang..Nonggok @ Muhammad Ahkil ketua orang orang Batubarapun mengambil tindakan berpaling tadah menyebelahi Tengku Kudin. Raja Mahadi telah berundur ke Kuala Selangor lalu bertahan disana tetapi setelah Tengku Kudin mendapatkan bantuan dari Negeri Inggeris maka Raja Mahadipun dikalahkan pada 1872,beliau telah melarikan diri mula mula keJeram,kemudian pergi keSiak untuk menyediakan pasukan perang tetapi ahkirnya menetap diJohor dan mangkat disana. Sebenarnya apa yang dikatakan Perang Klang itu pun tamat lah.
Semasa Perang Klang ini,diatas desakan Wan Puteh isteri Tuanku Raja Asal untuk membantu keluarga Almarhom Tun Mutahir maka,orang orang Mandailing telah beberapa kali terlibat dengan menyerang Negeri Pahang. Oleh kerana persediaan dan bekalan makanan yang tidak cukup maka rancangan menaluki Pahang tersebut berahkir dengan kegagalan sahaja. Ini sudah tentu membangkitkan kemarahan Wan Ahmad Bendahara Sri Wak Raja Pahang yang baru. Oleh kerana itu sudah barang tentu didalam tempoh yang sama tersebut orang orang Mandailing tidak ada waktu untuk terlibat didalam Perang Klang.
Pada 1868 Tengku Kudin dikahwinkan dengan Raja Arfah puteri Sultan Abdul Samad dan atas desakan Inggeris pula Tengku Kudin dilantik menjadi Wizurai Negeri Selangor.Inggerispun mula campurtangan didalam urusan Negeri Selangor tetapi Tuanku Raja Asal dan Sutan Naposo @ Sutan Puasa masih bersama Yap Ah Loy yang menyokong Tengku Kudin dan Inggeris.Pada awal tahun 1870 Gabenor Jeneral Negeri Negeri Selat iaitu Sir Harry Ord telah datang menemui Sultan Abdul Samad untuk membincangkan keadaan yang tidak stabil diNegeri Selangor khasnya peranan orang orang Mandailing yang menguasai tempat pengeluaran bijih timah dan bergiat cergas didalam kegiatan melanun diSelat Melaka. Setelah pertemuan tersebut, pada 25 Ogos.1870 Sultan Abdul Samad pun menghimpunkan pembesarnya diBandar Temasa,Kuala Langat dan membuat peristiharan penghapusan etnik orang orang Mandailing diKuala Lumpur.
— bersama Dato'Raja Arifin Raja Ali.
Hapus "Batak" dari Dunia Penulisan Batak Mandailing
Sebutan "Batak" dipopulerkan oleh '''Gubernur Jenderal Sir Thomas Stanford Raffless''' pada Tahun 1823 M, dalam rangka membuat
suku Kristen, yang berada di antara Kesultanan Islam Aceh dan Kerajaan
Islam Minangkabau, yaitu di pedalaman Barus, yang kala itu masuk dalam
Kesultanan Barus bawahan Kesultanan Aceh. Dalam bahasa Belanda policy
(kebijakan) itu berbunyi, "Een wig te drijen tusschen het mohamedaansche
Atjeh en het eveneens mohammadansche Sumatra's West Kust. Een wig in de
vorm van de Bataklanden (Aceh yang Islam serta Minangkabau (Pantai
Barat Sumatra) yang Islam dipisah dengan blok Batak (Barus Tanah
Kristen)." Perintah ini meniru perintah Gubernur Jenderal Inggris di
Calcutta, yaitu "Burma yang Buddha serta Siam yang Buddha dipisah dengan
blok Karen yang kristen." Pelaksanaannya, 3 pendeta British Baptist
Mission, yaitu Pendeta Burton, Pendeta Ward, Pendeta Evans ke Kota
Tapian Na Uli, tempat Raffless beribukota saat itu. Pada tahun 1834 M,
melalui Londonsche Tractaat, Sumatera bagian utara ditukar dengan
Belanda dengan Kalimantan Utara (Sarawak dan Sabah), perintah Raffless
diteruskan pemerintah Hindia Belanda.
Upaya
membentuk suku dan wilayah khusus Kristen di Sumatera baru dimulai tahun
1873 M, dengan berhasilnya Belanda menakhlukkan wilayah Aceh, yaitu
Silindung, dan menghancurkan masjid di Tarutung, setelah Pendeta
Nommensen pada tahun 1863 M dari Sipirok pindah ke Silindung ditemani 2
perwira Paderi yang telah dibaptist Pendeta Verhouven pada tahun 1834 M,
yaitu Ja Mandatar Lubis dan Kali (Qadli) Rancak Lubis di Pakantan.
Daerah Silindung kemudian dimasukkan dalam Karesidenan Air Bangis, di
bawah Gouvernemen Sumatra's West Kust. Selanjutnya, pada tahun 1881 M,
daerah Toba berhasil ditakhlukkan Belanda, dan dilanjutkan dengan
pengkristenan. Hal ini membuat wali negeri Bakkara (Bangkara), yang
berada di bawah Kesultanan Aceh, yaitu Si Singam Manga Raja (Sri Singa
Maha Raja) XII yang merupakan keturunan Sultan Aceh melalui Kesultanan
Barus, melakukan perlawanan sengit dari tahun 1882 - 1884 M, yang
dibantu Tentara Aceh. Selain itu juga, penamaan suku Kristen di
Kalimantan, yaitu Dayak oleh Belanda, dan Malayik oleh Inggris.
Semenjak itu orang Mandailing, baik yang tinggal di afdeeling
Padangsidempuan, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Asahan, Sumatera Barat
dan Riau menolak disebut sebagai orang Batak.
Klasifikasi
sensus yang mengkategorikan Mandailing sebagai Batak di Hindia Timur
Belanda dibuat atas 'dasar menyendal/mencopet', untuk memisahkan Aceh
dan Minangkabau yang Islam dari 'Tanah Batak', wilayah pemisah ciptaan
pemerintah kolonial. Sementara di British Malaya, orang Mandailing
dikategorikan sebagai Melayu semata-mata untuk 'kesenangan
pentadbiran/administratif' yang pragmatis.
Pada akhirnya kita harus mengakui bahwasanya batak bukan sebagai penyatu, melainkan menjadi pemecah belah sesama kita. untuk itulah artikel ini diberi judul "Hapus Batak dari Dunia Penulisan". Sehingga jelas suku bangsa asli di Sumatera Utara itu adalah Melayu, Karo, Mandailing, Nias, Toba, Pak-pak dan Simalungun. Dan kita tetap bersatu dalam kesatuan negara republik indonesia dan juga dalam kekayan binneka tuggal ika.
Pada akhirnya kita harus mengakui bahwasanya batak bukan sebagai penyatu, melainkan menjadi pemecah belah sesama kita. untuk itulah artikel ini diberi judul "Hapus Batak dari Dunia Penulisan". Sehingga jelas suku bangsa asli di Sumatera Utara itu adalah Melayu, Karo, Mandailing, Nias, Toba, Pak-pak dan Simalungun. Dan kita tetap bersatu dalam kesatuan negara republik indonesia dan juga dalam kekayan binneka tuggal ika.
Subscribe to:
Posts (Atom)